Sunday, December 2, 2007

TEMBANG BUKIT KAPUR 2 DES 07


Oleh:Remitri Subianto
(MASA PENGGGUSURAN WADUK GAJAH NOLEH)
Data:percakapan dengan seseorang tentara pensiun di warung daerah Jatingaleh dekat GOR.Dari orang tua,Dari buku
1945 SUNAR UMUR 12 SEKLAH SD
MARET 1949 IKUT PERANG DI JOGJA AGRESI BLD II SODIRMAN JD KA STAF ANGKATAN PERANG PANGLIMA BESAR TNI
1966 IKUT DEMO MENENTANG SUKARNO (33 TAHUN) 11 JAN 1966 TRITURA
1950 SUNAR (LULUS DI LEIDEN)
1968 27 MARET JADI SUHARTO PRESIDEN

BAB I .MASA PENJAJAH
1.1948 - MASA SULIT
Dikeremangan malam cahaya bulan terlihat temaram, menggamit mega-mega yang mulai larut dalam peraduan. Hari ini mendung menggelayut hitam abu-abu menggambar dunia yang mulai tua. Tiada warna yang sejuk seakan waktu mulai menjadi kelabu tiada batas baik dan buruk membaur menjadi satu.
Disuatu gubuk yang sederhana namun cukup untuk berteduh, rumah kayu bergenting produk soka menghadap ke selatan menantang arah angin dari laut kidul yang adem di musim panas dan asri di musim kemarau menghadap jalan desa yang di tanami pohon jati berjajar membelah menuju kampung sebelah. Jalan setapak dengan batu – batu tertata rapi menunjuk tatanan masyarakat yang cukup mumpuni memiliki pengetahuan dasar tentang arsitektur kampung dan pekerjaan sipil yang lumayan. Seperlemparan batu terbentang rel kereta api produk kolonial membelah menembus persawahan menuju Batu kota kecil yang menjadi pusat perekonomian dari kecamatan sekitarnya. Tidak ada yang istimewa dari daerah ini suasana kampung yang terletak di lembah yang diapit dari perbukitan yang membentang dari selatan ke utara dengan bukit – bukit berpohon jarang telah memberikan kesejukan. Di lewati sungai Keduang yang mengalir kencang pada waktu hujan dan pada musim kemarau air enggan mengalir. Bening kesegaran setiap kali mengecap dinginnya air.
Mbok minyaknya habis !” Sore itu Surti mau menyalakan senthir.
“Sudah pakai minyak klentik dulu, nanti kalo ada uang pakai lengo potro.” Si Surti yang dari tadi kebinggungan mencari minyak yang luar biasa susahnya untuk menyalakan senthirnya. Malam itu mereka baru mau makan thiwul hasil tumbukan sore tadi. Di tambah parutan kelapa dan garam mengenyangkan perut yang lapar enak katanya.
“Gimana mbok besok saya mulai masuk sekolah setelah kemarin prei, nggak punya sangu buat berangkat, mbok saya ….” anak satunya yang memang sudah dewasa sudah bisa pegang kuping kanan dengan tangan kirinya tanda bisa sekolah berbicara dengan mengiba.
“Sudah Nar nggak usah neko – neko kamu itu sekolah ongko loro itu sudah sangat tinggi derajatnya. Sekarang kamu tidur besok bangun pagi pergi ke pekarangan cari uwi apa suweg buat ganjel perut. Kita ini masih mending bisa makan lihat itu pak Karto yang perutnya njemblung kebanyakan air atau mungkin cacing yang siap meletus. Kamu harus bertekun sama yang Widi yang sudah memberikan kehidupan kenikmatan pada kita.” wejangan Simbok didengarkannya dengan premati dan ngati – ati. Pelan hanya kepala Sunar mengiyakan. Namun walau begitu Simbok tetap memberi uang secukupnya entah dari mana uang itu ia dapat mungkin hutang dulu dengan Mbah Karto.
Malam itu kampung sepi sekali tadi malam tentara gurka melewati perkampungan mencari pekerja yang masih nekad untuk memperjuangkan kebebasan. Dengan perasaan mengabdi kepada sang majikan mengamuk mengobrak abrik semua yang di temui tiada ampun. Tanpa pandang anak-anak merekan pukul mencari informasi yang diperlukan. Pejuang-pejuang nekad yang menyaru menjadi rakyat, petani, pedagang, buruh tanpa memandang ragam kepercayaan mereka menyatu demi impian kebebasan dari penjajahan mengaburkan pandangan gurka-gurka yang kehilangan nasionalismenya pengabdi uang.
Soedirman yang kebetulan juga baru sore dengan di tandu bersama anak buahnya tadi melewati daerah ini menuju bukit-bukit di Pacitan yang lari dari kejaran antek – antek Ratu Wilhelmina yang menyiksa orang bodoh dan gampang di bodohi atau mungkin ngak semua bodoh tetapi terlalu jujur apa adanya blokosuto blak bukak iket blangkon. Mengapa dari dulu pemimpin negeri ini mudah sekali disogok kumpeni untuk melanggengkan bisnis semata menggambil pala, cengkeh, cigaretes secara murah dari negeri yang loh jinawi ini. Salah sendiri mudah dibodohi dari gemerincing uang yang membuat merah mata. Apa nggak kapok di bodohi bahkan masih diadopsi untuk mencari harta sendiri jadi raja-raja kecil didaerah bukan untuk kemakmuran malah keadilan diri sendiri, ya tentunya nggak semua ada juga yang sinatria jujur dan wibawa. Tidak seperti Soedirman sang pejuang yang mau saja memperjuangkan, dapat harta tidak hanya dapat nama yang dielu-elukan seluruh negeri ini Nama kesohor hingga menjadi Jenderal kesohor bintang lima nomer satu. Soedirman membawa sedikit pasukan dan telik sandinya agar tidak dicurigai sebagai pemimpin besar mudah menyelesup di semak – semak dan gua – gua kapur bak Sugriwa mengeluarkan aji ambles bumi masuk kedalam pusat bumi tertelan dalam keheningan.
Masyarakat merasa miris ada yang sembunyi di pegunungan - pegunungan sekitar. Desas-desus pejuang yang mundur selangkah untuk menyimpan kekuatan biar dianggap lemah agar dianggap tidak mampu untuk persiapkan meleburlantakkan Kompeni. Cerita penyiksaan yang mereka dapat dari warga membuat ketakutan. Harta benda mereka di tinggalkan begitu saja tanpa peduli dicuri, diambil atau bahkan di bakar. Nyali mereka matikan dulu membangun kekuatan melawan masa keemasan kaum kulit putih(setelah diamati sebenarnya putih kemerahan kepanasan blentong blentong).
Sudah beberapa bulan kampung mengalami paceklik. Panen menjadi sangat dinantikan setelah tiga setengah bulan menunggu proses tanam, dari ngurit menyebar bibit, dan tandur tanam mundur sampai menyiangi dan menunggu dari gangguan hama menjadi ritual petani. Nampak kunang-kunang hilir mudik membawa penerangan bersama tetabuhan kung kung kung kodok sekarang berubah dalam kemuraman mengikuti jaman yang menua. Panenan mereka dimakan wereng hanya bisa mengandalkan timun yang tidak seberapa hasilnya. Tanaman kedelai yang hidup dimusim kemarau menjadi tumpuan mungkin satu bulan lagi bisa panen.
“Ya sudah kalo itu sudah menjadi cita-citamu kamu harus rajin jangan nglokro cap sandal jepit bolong lagi tapi seperti bendera diatas sana selalu berikibar – kibar walaupun angin malas menderu jangan seperti sapi Bapakmu yang nggak mau lari kalau nggak di gitik.”ucapan ini menyemangatinya lagi. Sunar baru sekolah di sekolah produk Belanda, untuk masuk sekolah harus berjalan enam kilo waktu yang begitu dekat saat itu. Untuk menempuhnya perlu waktu tiga jam. Berangkat sekolah waktu jago belum berkeluruk sampai dirumah waktu ayam – mayam mulai masuk kandang lagi. Tetapi Si prenjak ini tidak punya lelah bergerak terus kipat- kipit ya itu hal biasa, jenthat jenthit licah enerjik bukan sajak ngece tapi enak dan menyenangkan dalam mengarungi keseharian. Pernah suatu kali tidak punya uang untuk beli sabak dia harus menjemur kedelai yang habis di panen dengan batang dan kedelai yang belum dionceki. Setelah kering ditumbuk blang-blung blang-blung atau ia injak – injak baru kedelai keluar dari kulitnya. Dijualnya kedelai itu tanpa sepengetahuan Simboknya. Wah Si prenjak ini nekat cap berani sekali. Semangatnya melebihi gunung Lawu yang kelihatan nun jauh di timur agak mencong ke utara. Demi cita-citanya seperti Sudirman yang gagah megah mengangkasa.
Teringat waktu sekolah, Pak Broto gurunya minta ampun galaknya yang memang masih keturunan dari Pangeran Samber nyowo yang pernah nyepi di bawah grojogan dekat pohon jati Kahyangan Tirtomoyo. Setiap kali tidak bisa mengerjakan duding siap memukul mereka. Jangan harap melawan tunduk dan diam, sikap itu yang enak di pilih untuk menyelamatkan diri. Atau bisa malam-malam Sunar menghapal setiap pekalian atau pembagian dari satu sampai seratus. Tapi biasanya Sunar menghapal saat angon Sapi dengan sabak, jangan sampai keliru, kalau keliru siap di pukul. Bahkan ilmu – ilmu Aljabar bukan sesuatu yang sulit buatnya. Anak cerdas yang selalu nomer satu disegala bidang lomba ketangkasan dan ilmu – ilmu pasti yang heibaat nomer wahid dipuja dan dipuji teman sekelas dan guru-guru dijagokan sebagai aikon anak ajaib dimasanya. Sekarang Sunar menginjak akhir sekolah dasar dan harus siap-siap berpikir lebih kencang untuk menjadi manusia berguna meneruskan sekolah. Bapak Sunar memang super miskin hanya buruh tani yang tidak punya tanah sawah hanya tegalan secuil dua kedok cukup ditanami palawija.
Untung bin nasib ajaib Mboknya punya saudara yang dinikahi Mbah Wedono. Dan untung juga dasar anak pinter yang diberkahi Sang kuwasa mampu mencuri hati Mbah Wedono yang memang tidak punya putra sama sekali walau sudah nikah dua kali. Walaupun berat Pak Parto akhirnya memperbolehkan demi cita dan harapan luhur anak sulungnya ini diserahkannya pada saudaranya. Siapa tahu wolak-waliking jaman bisa merubah nasib dari abdi jadi priyayi yang mengangkat drajat, pangkat keluarga.
“Apa kamu tidak percaya pada kami Lik biar Sunar disini agar nanti jadi orang. Nggak usah kuatir masalah makan ladang kita masih banyak nanti Sunar bantu di sawah atau kalau sibuk sinau nggak usah bantu ya nggak apa-apa.”pembicaran itu membuat yakin seyakin-yakinnya menyerahkan anaknya. Walau air mata meleleh mbleber tumpah ruah akhirnya Simbok melepas juga Sunar. Sunarpun nggak kalah dramatis menangis dengan penuh haru orang tua yang bagaimana bentuknya tetep orangtua yang mengenalkannya dengan arcapada ini. Dan yang lebih membanggakan lagi Sunar diangkat anak bukan lagi seperti anak angkat lain yang masih ngenger lagi bantu – bantu seperti pembantu, mungkin boleh dikata anak mas diantara anak angkat.
Akhirnya belajarlah ia di tempat sekolah yang memang sudah sangat di kenal penuh dedikasi nomer satu di kota Surakarta daerah Manahan. Ia mampu mengalahkan anak –anak kota anak para pejabat – pejabat atau putra kraton dan lagi para pedagang – pedagang tionghwa kaya yang memang karena kerja kerasnya diakui sebagai orang yang derajadnya tinggi mampu menjadi penggerak perekonomian. Belanda suka membesar-besarkan perbedaan derajad para pribumi dan tionghwa itu apalagi kala bisa dengan metode yang sudah dikenal cukup solid untuk menghancurkan para pribumi-pribumi tengik yang masih saja ada yang mau nyembah-nyembah membungkuk – bungkuk di hadapan para teno heika seperti kebo di keluh dicucuk hidungnya supaya nurut dapat makanan yang enak walaupun tidak terlalu membuat kenyang dengan devide et impera yang sudah terbukti ampuh mampu menaklukkan para kyai – kyai dan ulebalang di tanah rencong menurut penelitian Snouk Hurgronje. Sunar memang anak yang mumpuni tidak mengecewakan ayah angkat yang membuat besar hati. Pulang disubya-subya nanggap wayang dalang kondang supaya orang – orang tahu kemampuan putra yang di jamin ampuh dan pinter nomer satu cetakan kampung Ploso yang sedikit ditutupi biar tidak memalukan derajad Mbah Wedono. Dengan jejeran lakon wayang…………winisudo dadi ratu menggayuh cita-cita memimpin negeri itu yang diharapkan sang ayah angkatnya menjadi pemipin yang bisa megayomi melindungi seluruh orang- orang kecil yang tertidas bukan lakon Petruk jadi ratu abdi yang menginginkan kekuasaan namun lupa akan tugasnya, berpoya – poya menikmati tahta meninggalkan tugas utama sebagai abdi.

2. DARA PUTIH
Di kotapun sudah beberapa bulan ini terjadi krisis yang sudah gawat mencapai batas kerendahannya. Yang ada hanya gaplek itupun susah apalagi suplai dari daerah Delanggu mulai surut setelah wabah tikus yang beranak pinak tidak mau ikut keluarga berencana menambah kurangnya persediaan beras. Beras menjadi emas di pasir padang gurun, setiap hari pasti ada yang meninggal bukan karena stroke tapi karena penyakit kaum papa busung lapar yang menanjak jumlahnya. Sehari bahkan satu orang meninggal sudah menjadi hal lumrah. Kuburan menjadi sesak penuh dengan mayat yang mengantri menikmati keabadian. Apalagi kemarau serasa panjang sekali. Hujan hanya menjadi impian di antara orang – orang yang malas bekerja atau bahkan mempersiapkan gabah – gabah di lumbung. Keadaan getir menyelimuti negeri gemah ripah loh jinawi berubah menjadi petapa tak ada ujung orang sibuk perang tidak ada perasaan damai. Was-was mengungkung seluruh pribadi manusia yang lahir dibumi.
Jumlah pengangguran meningkat, negara kacau banyak sekali begal berkeliaran menambah pekerjaan Pak Mantri Polisi yang harus pergi mengejar maling - maling dan terpaksa diadakan lagi ronda yang digiatkan kembali. Setiap malam suara kenthongan mengalun memecah keheningan ditambah suara nyanyian menantang pencuri untuk tidak datang.
Thong thang thong gung galak golak galoooak.
Neng nong neng gong mbah bayan
Sego jagung ra doyan
Neng Nong neng gong mbah bayan
Maling rampok ra mangan
Galak golak galoaakkkk
Maling mencari mangsa bukan emas yang mereka cari tapi makanan yang sangat sulit didapat.
Engkong yang dari tadi sibuk dengan dagangannya, menaikkan beras ke gudang yang baru turun dari Cawas tak disangka hadir di depan seorang gadis centil manis dan ngedap-edapi. Bibirnya yang tipis tersungging senyum yang jujur dengan rambut terkucir rapi di dua kepalanya menambah indahnya dunia.
“Kamu kalau besal mau jadi apa Nak” tedengar suara agak cedal meluncur darinya.
“Oe pengen jadi eeee doktel kaya Om Oen Boen In,”
Sambil merapikan tanaman di belakang rumah, baru saja Alin menanam Zingiberis Rhisoma tanaman yang manjur untuk menghangatkan badan waktu pegel – pegel dan hidung yang suka sentrap-sentrup pilek mengganjal hidung. Dan ini suka sekali kencur Kaempferiae Rhisoma si tanaman daun seperti telapak – telapak kebo mbleber-mbleber di tanah hijau baunya sedep, apalagi ini untuk menambah koleksi Engkong yang suhu tabib nomer wahid. Alin suka sekali tanaman obat biar bagaimanapun dia besar dari tanaman ini. Ingat waktu kecil di suruh minum Shen jing teng yang sungguh pahit audubilah seperti mau di racun. Rasanya belum pernah minum tanaman seperti ini syukur setelahnya di kasih beras kencur yang sedikit manis menawarkan pahit. Dan Alin masih sibuk membenahi tanaman Engkong menyela, “Kamu nanti sekolah di STOVIA saja biar jadi dokter”
Sambil manggut - manggut ditancapkannya Luan Yi di pinggir- pinggir pagar untuk menambah hijau dan Alin tahu tanaman ini dapat menghilangkan bau badan, sering ia pakai mama untuk lalapan dengan terancam.
“Ya …tapi Kong nanti saya tinggal di mana?”
“Tinggal saja di rumah Ook-mu di Matraman.”
Memang School tot Oplending van Inlandsche Arts sudah tutup dari dulu tapi itu yang di ketahui engkong, tahun ini Alin menyelesaikan pendidikan Holandsch Chinesche School dan berencana meneruskan lagi ke Jakarta. Namun cita – cita ini banyak di tentang Papa karena menurutnya cukup nganeh-anehi. Papa pedagang beras dan menginginkan dirinya tidak semata mencari keuntungan yang nantinya akan membebani pasien dan berharap untuk mengabdikan pada masyarakat sekitar. Walaupun demikian dengan perdebatan panjang dan dukungan dari Mama mengijinkan dengan berat hati anak yang sungguh di cintai satu-satunya perempuan jadi paling cantik setelah ibunya di rumah.
Akhirnya Papa berpesan “Lien kamu harus rajin belajar. Walaupun kamu cah putri kalau kamu pintar bisa di hargai di manapun”. Cukup pintar memang bukan karena kecerdasan tapi karena ketekunan dalam belajar. Dibolak-balik pelajaran dan diulang-ulang biar bisa masuk dalam otak. Lain dengan adik yang memang sungguh cerdas tidak pernah belajar tapi selalu bernilai tinggi. Di bukanya sekali saja pelajaran pasti mendapat nilai bagus.
Melalui setasiun Balapan dengan dibekali beras dan pakaian secukupnya serta buku – buku yang memang cukup langka berangkat meraih mimpi. Diantar dengan andong milik Pak Min yang selama ini setia mengantarku pergi ke sekolah dan Mama yang melihat terakhir setelah sekian lama Alin menjadi perawan kota Solo di antar dengan penuh haru. Kulambaikan tangan setelah memasuki gerbong yang perlahan mulai jalan.
Alin duduk di dua gang kursi dekat pintu. Disampingnya ada seorang laki – laki berperawakan tinggi tegap agak putih kecoklatan lain dengan orang- orang di kampung, memakai jas hitam dengan peci di kepalanya.
“Mau kemana Cik”, bahasanya sopan dan Alin pun terkesan padanya. Nampaknya dia sangat tahu budaya dan kesehariannya.
“Mau ke Jakarta, Masnya mau kemana?”,sambil melihat kesamping terlihat matanya semakin menyipit.
“Saya mau ke Semarang, Cik mau sekolah ya kok bawa buku banyak?” dijawabya dengan pertanyaan pula.
“Iya saya mau ke Sekolah Kedokteran.”
“Ooo heibattt, maaf namanya siapa kalau boleh kenal? Saya Sunar.” sambil mengulurkan tangannya dan dibalasnya dengan senyum menawan.
“Saya Alin Kwe Hio.” dalam keheningan tiada suara lagi setelah melewati pos stasiun Purwodadi mereka saling berdiam diri. Tiada kata terucap Sunar hanya melamunkan bayangan kota yang akan di tuju Semarang seperti apa, menurut Bapak angkatnya, kota di pinggir pantai yang tertata rapi dengan banyak kapal yang bersandar dari penjuru nusantara tiada terpikir sekolah yang akan dia jalani. Demikan juga Alin tertidur menikmati semilir angin yang melewati lubang diatas.
***
Ngggggokkkkkkk, Nggoookkkkk. Ngoookkk Ujuggg, Ujuug Ujuggg, Ngoookkkkkkkk Juss Jess Juss Jessss
Terdengar seperti kerbau ngorok kereta melolong panjang Sunar menoleh keluar jendela ternyata sudah mencapai stasiun Tawang dan bergegaslah ia untuk keluar menenteng barang tanpa berani membangunkan Alin hanya menyelipkan secarik kertas ke tangannya, sebuah alamat yang di tulisnya cepat - cepat tadi.

BAB III MASA INTRIK
1948
“Awas-awas hati –hati kita harus segera mundur ini atas perintah komandan sudah cukup kita menguasai beberapa jam.” Kata Cipto. Pesawat diatas menderu – deru mencari begundal – begundal yang nekad saja menyerang tanpa bekal. Mereka lari tunggang langgang meninggalkan kota menyingkir ke desa – desa sekitar. Cipto mencoba pergi ke Cawas menuju daerah Mbokde nya. Siapa tahu lebih aman besama teman – temanya menyaru menjadi pedagang yang mau menjual pisang namun ini taktik belaka untuk melihat dan mengawasi kota – kota. Ada sebuah blokade tentara Belanda di sebuah perempatan.
“Hei Berhenti,kau mau kemana?”
“Mau ke desa sebelah tuan”. Kopral itu memeriksa bakul yang Cipto bawa, tidak ada apa – apa cuma pisang satu tandan.
“Ya lewat saja, tapi itu barang-barangnya turunkan”
Untung Sunar bisa melewati dengan selamat dia menjadi target operasi karena telah mengacaukan kota Jogja . Di perjalanan Cipto tidak melanjutkan perjalanan menuju Cawas karena mendengar ada iring-iringan truk Belanda yang sedang menyisir desa-desa kemudian dia berbelok ke Selatan menuju bukit – bukit kapur.
Dari perkiraan Belanda hanya akan mencari di sekitaran kota saja maka diapun keluar membangun benteng di sekitar Gunung Buthak. Lebih baih bertahan menunggu perintah komendan atau pergi saja nanti setelah malam – malam ke Solo. Setelah waktu mulai gelap pos-pos mulai berhenti beroperasi. Itupun sudah saya sampaiakan komedanku melalui temanku yang bertemu tadi di warung.


MASA BELAJAR
1966
Leiden
Sungguh bersyukur hari ini musim panas Lin aku bisa keluar menghangatkan badan dan berjalan diantara rerimbunan pohon yang sumringah melihat kedatanganku. Bunga Tulip tersenyum seakan berkata selamat pagi menghampiriku mengucap salam. Aku bisa sedikit lega hari ini sidang disertasiku diterima dan tentunya lulus. Sebenarnya diluar dugaan aku lulus walaupun kurang dalam persiapan namun aku mampu menjelaskan dengan sempurna. Aku sebenarnya tidak suka diajar bangsa penjajah namun ini saya anggap sebagai pertemanan semu aliran darahku yang sudah mengental aku ingin sejajar dengan mereka, aku ingin melebihi mereka bangsa miskin yang hidup di folder dengan kincir-kicir kayu yang selalu menderit mengusir air laut, bangsa yang hanya sepertiga negeri Sunda, mungkin perkiraanku meleset tapi tidak lebih dari itu tapi mampu menaklukan kita. Akupun sebenarnya tidak percaya bangsa yang besar ini dikibuli beratus tahun hanya dengan berbaikan dengan raja-raja yang tunduk dan mengemis-ngemis kekuasaan dengan mereka atau memang kita itu hanya suka memeras bangsa sendiri menipu bangsa sendiri. Kita layak memiliki state, dan bahkan memiliki bumi ini kemerdekaan. Kaum parlemen disini sebenarnya sudah mulai resah dengan tindakan pemerintahnya yang telah memasung Indonesie, nah itu jalan saya untuk berdiplomasi disini dengan menulis artikel di koran - koran disini. O ya aku baru saja mengirim artikel di Star Weekly kamu harus baca ya. Aku kurang suka negara ini di bawa ke arah poros komunis bukannya aku anti Cina tetapi aku tahu Tuhan itu ada, kalau kita percaya Tuhan maka kita akan di beri kemerdekaan karena komunisme itu bukan memecahkan masalah tentang perbedaan sukudan kenegaran ini..
Apakah kamu tahu hari ini saat aku tulis ini kamu ingat ada apa? Aku ulang tahun saat Gunung Merbabu batuk –batuk mengeluarkan lahar, ya saat ada hujan abu aku lahir. Sebenarnya banyak cewek-cewek bule yang mengenalku dan ingin kupersunting namun aku ingin cepat-cepat kembali ke negeriku aku kangen eksotisme negeriku tidak seperti disini ada musim dingin segala kehilangan sinar matahari yang tenggelam. Aku sekarang mendapat gelar Meester in de Rechten ijazah ini cukuplah untuk sedikit berbangga. Aku disini juga belajar teologi bersama teman – teman jemaat yang banyak membantuku dalam menyelesaikan tugas belajarku bukannya mau mengemis-ngemis tapi aku ingin belajar bagaimana mereka memiliki nasionalism. Walaupun dalam hatiku apakah Allah ku dan Allah mereka sama aku tidak tahu yang penting aku mendapatkan banyak teman yang memudahkanku dalam proses belajar. Dan yang terpenting lagi aku mendapatkan ilmu kebijaksanaan. Saya tahu ajaran Ronggowarsito atau Kejawen tidak kalah bijaksanannya dengan kebijaksanaan yang ku dapat sekarang, kedamaian dan ketenanang membawa aku bisa konsentrasi.
Aku akan kembali setelah waktu yang panjang kita tidak bertemu, aku akan ke Solo terlebih dulu namun aku akan mampir ke rumahmu ke rumah kostmu mungkin kamu sudah praktek jadi dokter, kerja yang baik banyak sekali orang susah abdikan dirimu untuk kemanusiaan. Jangan lupa beliin kue cucur kesukaanku.
Mr.Sunar
Malam itu Sunar mimpi basah setelah terkenang - kenang Alin dalam mimpinya, mereka berjalan – jalan di taman bunga bernyanyi dan mendendangkan lagu kasmaran mendayu bercerita tentang masa depannya. Apakah kau tahu kami berhubungan badan hii menjijikkan bukankah adam hawa menyukai itu untuk memenuhi alam raya ini dan imajinasi itu yang tidak akan hilang mungkin aku sudah saatnya menikah. Sunar sendiri di kamar pengap lembab penuh buku-buku yang menyesakkan pikiran diantara gadis-gadis Arya di sini Leiden tempat menimba ilmu yang sebenarnya tidak terlalu disuka. Mereka gadis – gadis yang memiliki persamaan derajad dengan kaum laki – laki namun di negerinya mereka mungki sudah punya anak, saat seharusnya masih bermain karet atau gundu atau kelereng dan belajar di sekolah menenteng buku seperti disini bisa keluar malam bertemu dengan siapapun itu tidak dilarang tanpa melanggar kesopanan. Mungkin itu proses yang panjang untuk merubah jaman. Dia terbayang mengangkasa menuju awan – awan betemu peri – peri mengerumuni dalam keheningan. Hari sudah pagi segera berangkat menuju pelabuhan sambil menunggu kapal bersandar.
***
Surat itu di terima Alin pagi tadi saat membereskan koper-koper dan baju – bajunya. Alin tahu Sunar sangat menyukainya, tumbuh bermekaran bunga sedap malam sebuah benih - benih hati yang berkembang. Dan ia pun merasa bangga orang yang dia harapkan sudah mencapai gelar yang sungguh mulia. Namun mungkin Papa tidak menyetujui ini, ia tidak berani bersharing dengan Mamanya sekalipun, hanya di pendamnya di bagian terdalam diruang khusus yang orang lain tidak tahu. Perasaan tidak biasa pribumi kawin dengan dirinya kaum putih yang lebih tinggi atau memang kebencian yang dari dulu ditanamkan moyangnya untuk tidak terlalu dekat berkawan dengan mereka kaum coklat. Sangat berhasil sekali penanaman nilai yang salah kaprah oleh Nederland pada masyarakat membuat Alin sadar itu akan membuyarkan perjuangan utama diri dari ketamakan terutama bangsanya sendiri tempat lahirnya untuk membentuk nasionalisme. Entah mengapa hari ini disini ada bencana yang besar yang menyebabkan Alin dan keluarganya meninggalkan negeri yang ia cintai yang membesaarkannya menjadi seorang dokter perempuan.
***
Sunar mulai menuruni geladak kapal barang tiap tangga dipijak pelan-pelan setelah berhari – hari sebulan suntuk diombang-ambing angin laut dan mencium amis ikan-ikan. Pakaian putih bersih dikenakannya yang selalu ia pakai memberi semangat kembali empat tahun sudah meninggalkan negeri ini. Pohon kelapa menari-nari menyambut mengikuti hati yang terasa bebas dari huruf dan angka-angka yang menyesakkan. Keinginannya untuk segera terucap setelah sampai di Jakarta ia teriak.
Akkkkkkuuuuuuuuuuuuu Beeebasssssssss.
Pekikan panjang membahana membuat banyak pasang mata melihat keheranan dan bertanya-tanya menoleh padanya, orang gila baru. Tanpa peduli dia ngeloyor menuju pedati yang memang dari tadi menunggunya setelah barang-barang diangkut. Tiga koper berisi buku dan dua koper pakaian yang mungkin bisa di pakainya nanti atau untuk sanak saudaranya. Bersiul – siulah ia sambil mendendangkan lagu rakyat Maluku.
Kalau ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang boleh kita bertemu lagi
Rasa sayange, Rasa sayang sayange
Lihat Ambon dari jauh rasayang sayange
Rasa sayange, Rasa sayang sayange
Lihat Ambon dari jauh rasayang-sayange
Rasa sayange, Rasa sayang sayange
Sekolah sudah selesai rasayang sayange
Walaupun bukan Ambon tapi totok Jawa tulen cap asli namun kecintaan semua suku dan semua budaya disini membuat ia bernyanyi, memang pernah ia bertemu berkawan dengan noni Ambon waktu ia tinggal di Semarang dulu si hitam manis yang belajar di sekolah putri dekat gereja itu. Keisengannya pengen kenalan dengan seorang gadis terpaksa dan tak sengaja malah ketemu dengan si hitam manise. Waduh malu seribu kali surat tipu-tipuan yang bemaksud ingin menjodohkan Santo dengannya berbalik arah kepadanya. Sampai masuk ke selokan di kejar- kejar penjaga asrama. Bau banget selokan bekas cucian jamu olahan pabrik dekat Kaligawe, bacin.
Negeri ini terlalu luas dan apalagi Ambon negeri Jawa saja belum terjamah seluruhnya itupun baru sebagian yang sering dilalui waktu naik kereta ke Jakarta sebatas itulah namun gurunya dulu sangat cinta sekali kalau cerita badak yang di Ujung kulon, atau si banteng – banteng di hutan Purwa di Banyuwangi yang mirip sapi –sapi Bali entah tidak tahu mungkin masih sejenis ya maha luasnya negeri ini.
Memang hari ini tidak ada yang menjemput namun yakin seribu kali banyak nanti yang akan ditemui, teman- teman yang di tinggalkan dulu yang sesama aktifis seperjuangan dan tentunya Alin yang selalu ia ingat dan berkesan saat bertemu pertama kali dulu.
“Mang turun disini saja”.Dia tahu setelah bercakap sedikit dengan orang santun seperti dari sunda tentang keadaan sekarang. Aku berdiri di depan sebuah gedung tua bergaya Hokkian dengan pagar setinggi kepala orang dewasa. Dengan genteng - genteng mulai berlumutan . Rumah nampak kosong tidak berpenghuni, halaman yang kelihatan kotor mungkin sudah lama di tinggalkan. Sunar berusaha untuk masuk dengan membunyikan bel dari kelinthing tembaga yang ditaruh diluar pagar. Sepi. Namun beberapa kali ia membunyikan lagi akhirnya keluar bapak tua. Sunar bercakap sebentar menanyakan Alin yang selama ini di pikirkannya, dikatakannya Alin sudah pergi dan pindah ke Singapura. Dengan perasaan kecewa Sunar melangkah lunglai.

2.BURUNG NYANYI
Huru ketekurrr Huru ketekurrrr si Endah pagi ini manggung panjang sekali seakan ada tamu yang akan datang.
Huru ketekuur Huru ketekurr
“Ayo lagi Endah bunyi lagi yang keras ya jangan lupa itu ketekurnya yang panjang nanti saya hadiahi kacang ijo yang banyak ya apa pake ini keju ya susu dari tuan – tuan tadi yang baru datang waduh enak kan gimana rasanya kenyil – kenyil gujil kan. Hayo manggung lagi Endah tapi jangan lupa ucapin salam pada yang widhi ya selalu berdoa biar kita selalu makmur.”
Huru ketekur kok Huru ketekurrrrrr.
“Waduh pinter pinter cerdas aku tidak rugi mandiin kamu setiap hari ndak rugi aku ngasih beras pilihan nomer satu. Kamu memang piaraanku, istriku yang paling cantikkk, e e eee jangan sampai tahu ya Bu Wedono ya hhehe nanti aku di omelin itu lho mulutnya lueebarrrr seperti ah nggak jadi… hehe tenang kita bisa bercengkerama dia baru ke pasar jadi kita bebas. Ndak masalah priayi putri bagaimanapun tempatnya ya di dapur masak nyuci dan kalau malam lha itu jadi kemul jadi kasur gitu Endah. Jangan lupa juga doa terus ya biar Bapak sukses mimpin orang-orang, ini kumisku biar semakin panjang dan hitam kan lumayan buat nakut-nakutin kucing hehe. Hayoo Endah nyuara lagi lha gitu.”
Sambil jari tengah dan ibu jarinya di satukan agar bisa bersuara jethet jethet Mbah Wedono pagi – pagi membersihkan kandang burung-burungnya.
Berganti lagi dengan piaraan satunya.Nah ini lagi yang punya kalung hitam ini hayo manggung terus. Hayo Laras terus yang bagus seperti badanmu yang putih ya nggak telalu putih sih agak keabu-abuan. Kamu harus pinter nyanyi seperti Endah nah gi tu baguss baguss.
Kuk geruk kook, Kuk geruk kook
Waduh ini gimana ya kandangmmu kok sudah pada rusak nanti saya pesanin lagi kandang yang bagus masak raja di rumah ini kandangnya jelek. Nahh nyanyinya yang bagus saya kasih jagung ya ya aku tahu suka kamu gandum kan iya nanti saya kasih yang banyak tapi makanya secukupnya saja ya keselek tahu nggak. Hayo manggung lagi.
Kuk geruk kokk, Kuk geruk kokkk
Waduh bagusnya rajaku ini.
***
”Mbok itu lihat Mbah Wedono itu lihat waduh – waduh kok kaya istrinya saja tiap pagi sore ngudang piaraanya kayak tidak ada kerjaan saja. Kayak gundiknya saja.”
“Ee jangan keras – keras nanti kalo kedengeran kamu di pecat di pulangin ke Gunung kidul kapok kamu ndak ada makanan apa mau makan karang – karang kapur itu tiap hari kamu ndak mandi” sambil cekikikan dan telunjuk tangan di taruh di depan mulutnya. Dua orang emban sedang ngrumpi di pawon dapur.
Srenngg jes ejes ejessss suara minyak mendidih melebur gorengan.
“Gimana ini mbok tempe kripiknya enak ndak. Cobain “
“Sepertinya kayak mau ada tamu tadi pagi prenjak sudah nyamperin di kandang kebo lunjak – lunjak siapa ya mbok ya apa mungkin den Demang mau lapor. Ya iya apa den Sunar ya mungkin mungkin tapi kok tidak ada kabar biasanya Bu Wedono sudah bisik – bisik kalau ada apa – apa tentang anaknya. Bu Wedono kan bangga banget sama Den Sunar walaupun hanya putra angkat tapi sungguh di cintainya.”
“Waduh jangan ngomong saja itu kripiknya sudah kecoklatan mau gosong hayo cepat diangkat” buru – buru Mbok Cikrak mengangkatnya dengan perasaan salah kripik sudah gosong.
Beberapa saat
“Kulo nuwun, kulo nuwun”
Mbok Yem mengintip. Lha benar itu Den Sunar datang na ini sekarang kita yang repot.
”Monggo Den masuk saja bapak tu di tritisan baru ngudang burung-burungnya.”
“Angin pa yang membawamu pulang le apa sekolahmu sudah selesai”
Iya Pak sampu selesai pagi tadi baru sampai di stasiun terus nglanjutin ke sini.”
“Ayo mbok itu ayamnya si blirik bisa di potong buat makan siang ini putra kita sudah jadi orang gede gelar tinggi gitu.”
Begini pak sekarang aku harus mengurung dulu sebelum hari


2. ANGIN ANGINAN
Solo 1965
Bumi Gonjang Ganjing langit kelap kelip sumunar ngedap-edapi cahya sumulak abang branang mengangas. Lintang kemukus liwat ing antarane langit kang peteng. Bencana apa lagi ini.
Bakarr, bakar…. bakar saja gedung ituuuu…” teriakan masa memenuhi jalan-jalan Slamet Riyadi. Seluruh manusia tumpah ruah. Desingan peluru terdengar untuk membuyarkan masa namun mereka tidak mau surut maju dan maju merangsek membakar markas partai komunis. Tak ada anak – anak yang berani keluar hanya orang dewasa laki – laki dan beberapa ibu – ibu yang tidak tahu akan terjadi kerusuhan. Apa yang terjadi banyak orang yang tidak tahu berlarian melihat keluar di depan pagar. Iring-iringan masa menggunakan truk menerikkan pekikan yang memang membuat bergemuruh.
Ganyang PKI, Ganyang PKI,…. Tumpas Gerwani.
Bakar antek-antek komunis.
Bawa linggis dan penthung palu arit.
Tumpas PKI
Mereka berteriak bak orang suci yang paling suci penyelamat dunia. Meneriakkan semangat perlawanan. Seakan telah mati peri kemanusiaannya hanya dendam yang berkecamuk di sebagian orang ya memang sebagian orang saja yang berlomba-lomba merebut kekuasaan atas nama rakyat. Api menyala-nyala di jalanan membakar ban bekas dan kayu-kayu yang berserakan bekas warung-warung pinggir jalan. Panass dan pannaas. Truk-truk tentara hilir mudik entah apa yang di kerjakan mungkin mengamankan negeri yang mulai kacau mana lawan mana kawan sulit di lacak oleh detektor secanggih apapun.
Alin sembunyi di ruang pojok rumahnya tidak berani keluar, hanya sesekali mengintip – intip keluar melalui jendela. Ada perasaan was – was berkecamuk di dadanya disuruh mamanya dia sembunyi di kamar dan kalau perlu di lemari lebih baik. Namun ia berusaha mengintip lewat lubangg lemari yang tembus ke beranda pintu.
“Anda di jemput akan di periksa di kantor. Ayo cepat.” Keluar sebuat perintah tegas tak terbantahan. Papa hanya nurut saja keluar dengan tangan terikat. Entah sampai seminggu dan sebulan tidak datang lagi. Mama tidak berani bertanya dan mencari hanya lewat berita dari pembantunya entah benar atau tidak Papa sudah mati.Saya tahu dari Mama,Papa sebenarnya tidak salah mungkin karena dirinya orang tionghwa saja di fitnah. Alin sekarang di cap anak partai terlarang dan berpikir bagaimana menyelamatkan diri secepatnya sebagai makluk yang ingin tetap hidup mencari jalan keluar meniggalkan rumahnya bersama mama dan saudara-saudaranya. Pergi entah sampai kapan bumi horeg ini akan selesai.
***
Dari radio transistor terdengar pidato kenegaraan mengukuhkan Luietenant Soeharto menjadi orang nomer satu di nusantara ini. Beberapa bulan ini ada penumpasan orang – orang yang dianggap pembangkang negeri. Dunia kecil waktu itu melihat kebijaksanan sang ploklamator dielu-elukan semua orang dari penindasan yang sungguh canggih dari negeri Holland sang pembebasan Soekarno yang model raja-raja Jawa berdaulat beristri tidak cukup satu untuk menyatukan nusantara. Menjadi korban entah politik terlalu kejam untuk dibicarakan namun itu realita.
Tidak tahu akan terjadi jaman apa lagi yang akan datang yang ada hanya harapan perbaikan akan masyarakat yang mulai jenuh melihat kemelaratan, korupsi. Minyak tanah dan beras susah bin sulit di cari dimanapun untuk obor senthir yang memang harus selalu menyala biar tidak kelihatan gelap gulita. Rakyat semakin parah jalan – jalan penuh dengan pengemis – pengemis dan gembel – gembel tidur diemperan memenuhi barisan toko – toko bergaya Tiongkok berselimutkan karung goni yang banyak kutu tingginya.
Hanya sebagian orang yang bisa menikmati beras dari lumbung - lumbung padi tentunya orang-orang kaya. Jaman peralihan jaman paling susah setiap episode pemimpin yang menganggap diri paling benar yang ditunggu sang ratu adil atau ratu bebendhu.
***
Saat ini untuk banyak orang menjadi jaman yang prihatin tapi untuk Sunar mungkin menjadi jaman paling menjanjikan yang tidak pernah terbayangkan. Nasib Sunar akan berubah begitu drastisnya. Melamarlah ia menjadi pamong projo dari juru ketik cukuplah gelar yang dimiliki untuk bekerja. Tiada hari tanpa ketekunan. Pertemuannya dengan beberapa aktifis menambah wawasanya dalam berpolitik namun ia ingin berpegang teguh pada nasionalimenya. Ingat Sukarno berpidato berapi-api menambah jiwanya bergelora. Sang Maestro dengan berbagai kemahiran melahirkan semangat menyala-nyala namun ada yang dari tidak ia suka kurang menghargai kaum ibunya menjadikan orang nomer dua. Tidak seperti cintanya kepada Alin seorang yang memberikan inspirasinya semangat bekerja. Entah dimana ia sekarang tidak pernah terdengar kabar lagi. Namun jiwanya muda nasionalimenya itu yang ingin ia warisi, semangat membahana.
Sunar masuk dalam jajaran partai politik berhaluan nasionalis membuat ia dekat sekali dengan kawan-kawannya dari daerah tak terkecuali dari teman – teman yang berbeda pendapat yang penting tidak mempengaruhi untuk menambah wawasannya. Jiwanya murni untuk negeri ini tidak seorang perempuan mampu menggodanya. Lambat laun akhirnya dia diangkat menjadi kepala Departemen yang dihormati. Ketekunannya merubah jalan hidupnya menjadi yang istimewa.
2400 no words




BAB III MASA PERALIHAN
1979-1982
2. TANDA ZAMAN PAGEBLUG-PERTEMUAN HATI
Maksud dan tujaun merubah nama bukan untuk menaikkan drajad, pangkat tetapi untuk lebih dianggap dewasa, menambah kewibawaan dan di tuakan berubahlah ia dengan sedikit tumpengan yang cukup sederhana dengan pecel dan jenang grendul merah putih perlambang kesucian hati maksud dan tujuan dan lauk pauk tempe tahu yang tak kalah lezat dari hamburger terjadilan perubahan besar pada Sunar namanya ditambahi dengan Haryojoyoningrat bukan lagi dengan nama kampung walaupun maksud yang besar dari Bapaknya agar selalu sumunar bersinar berkilat – kilat di seluruh bumi. Nama bergaya ningrat ala kraton - kraton Jogja atau Surakarta untuk lebih mendekatkan diri bagian dari priayi ala raden-raden tumenggung yang kalau tanda tangan persis seperti cacing kepanasan nglingker berlingker lingker biar seperti orang - orang penting yang memang penting.
Namun nasib menambah pamornya kewibawaanya sekarang menjabat Menteri yang sungguh dihormati diantara para pemegang proyek, properti – properti, broker-broker usaha untuk diajak meresmikan pembangunan disegala bidang apa saja yang menurutnya menarik investor- investor CGI untuk datang di negeri yang loh jinawi. Jangan ditanya lagi si Haryoningrat yang asalnya dari desa terpencil yang sampai sekarangpun masih belum ada listrik dan masih pakai senthir made in kaleng bekas susu dengan sumbu kain kapas dari jarik simbah yang robek sekarang sudah serba kaya diantara orang – orang kaya entah berapa gaji menteri kok bisa beli gedung magrong - magrong di jalan merdeka yang konon harganya milyaran mungkin dari hasil jerih payahnya mengobyek jadi broker jalan tol maklum dia penguasa amat berkuasa dari proyek-proyek di seluruh negeri yang bernama nusantara.
Sebentar lagi dia akan mengadakan meeting yang sangat penting dan rahasia dari wartawan – wartawan yang sok usil yang tidak diperlukan atas nama pembangunan diantara pemodal asing yang datang dari negeri Eropa nan kaya raya yang berhasil membohongi negeri asia tenggara dan negeri Amerika yang suka di sebut Pakde Sam serta juga pengusaha - pengusaha dari negeri Hirohito yang sampai kini dengan lagak membungkuk dalam merasa merendah sambil mengambil dan merogoh hati untuk menguasai berkedok investasi di negeri yang masih bodoh di kibuli dikasih sumbangan katanya ternyata pinjaman lunak kayak maaf tai lencung saja di pegang kinyur-kinyur mendul – mendul tetapi baunya audubilah.
Ada perwakilan dagang dari negeri Inggris seorang perempuan yan mungkin dari namanya Alinda Brokers apakah dia orang yang pernah dia kenal. Perempuan yang berpakaian bergaya eropa dengan sangat sempurna memikat hatinya. Sepertinya dia sangat kenal, perempuan di kereta api itu dan sampai sekarang dia tidak tahu entah dimana.
“Hello Good morning Mrs,” Haryoningrat menyapa dengan tegas. Dibalasnya dengan ketegasan pula. Dia tahu dari gerak - gerik bibirnya ia sangat mengenal Mrs ini. Tanpa mengurangi sopan santun mereka berjanji untuk bertemu di salah satu tempat rahasia. Seperti dia mengenal sekali perempuan ini dari tatapan matanya tidak dapat di kibuli walaupun dengan bedak dan dandanan serba eropa tidak merubah kerahasiaan kecantikan khas asia orang yang pernah di kenalnya.
Dalam pertemuan itu aku mendapatkan sebuah rahasia dar maksud dan tujuan intel – intel barat. Mulai saat itu ia berjanji padanya untuk tidak meneruskan pembangunan ini bukan di depan Alinda ya dia tahu Alin Kwe Nio karena diapun akhirnya membocorkan riwayatnya seorang yang dikenalnya dua puluh satu tahun yang lalu. Sekarang dia sudah memiliki suami seorang pengusaha yang mau menginfestasikan dana. Sunar tahu itu hanya untuk merendahkan dirinya meluluhlantakkan tanah kelahirannya untuk meendahkan kewibawaan negerinya.

2.RAPAT RAHASIA
Sekarang gagasan proyek suatu penampungan air yang di sebut waduk yang akan menghancurkan tanah tumpah wutah getihnya akan tenggelam mampu tidak mampu ini proyek besar yang akan menambah pundi-pundi kantong yang super longgar menampung milyaran tentunya. Tempat kuburan Bapaknya yang telah di kijing pakai marmer super buatan eropa pasti akan tenggelam bersama dengan kenang-kenangan puluhan tahun bersama simboknya dan sekarang diganti Ibu biar agak priyayi Melayu. Dia masih berpikir gigamilyar kali mau menandatangani atau tidak demi wujud impian program dari bapak presiden simbol tertinggi negara. Masih belum bisa diputuskan dengan petinggi-petinggi investor namun dengan alasan masih dikaji lebih dulu apakah perlu wujudkan yang sulit diwujudkan menenggelamkan rumah Lik Jum, Yu Marni, Mbah Paijo Budhe Parni sanak saudara sekampung sepermainan, tempat ia nongkrong dulu di regol Mbah Modin, atau tempat ia dulu main di pinggir rel. Tidak bisa tidak harus benar-benar dipikirkan apa kata mereka nanti di bilang kacang lupa kulitnya atau burung dara lupa rumahnya. Sungguh beban yang berat sampai botak rambut brodol memikirkan waduk yang kata para pakar analisis akan membebaskan Solo dari banjir bandang biar lupa kejadian ganyang-ganyangan Aidit 1965 itu yang memang diburu entah salah atau tidak pernah diadili di Pengadilan negeri ataupun luar negeri yang dulu memang hak asasi masih di kebiri kayak anjing-anjing biar nurut dengan majikan. Dan katanya demi pengairan sawah di daerah Sukoharjo ya itu bukan kampungku yang akan hilang di lalap air tumpah ruah.
Seminggu hanya bisa termenung dan menhayati keadaan dan konsultasi dengan Staff Ahli yang memang asli lulusan Berkeley yang ahli Ekonomi Pakde Mitro( itu sebutan di rumah) yang punya wawasan luas seluas samudera dari ilmu-ilmu teknik, filsafat dan ekonomi yang multi dimensi bidang apapun bisa.
“Gimana ini Pak saya sulit mengambil keputusan tersulit dari keputusan terdahulu yang lebih baik meluluskan pembangunan proyek besar tambang-tambang choper di negeri Papua atau pembangunan pelabuhan yang masih dia tawar sesuka hatinya walaupun memang sudah pakai Amdal tapi ini lebih sulit dari yang dipikirkan.”
“ Ya ini kita harus bijaksana dan perlu di pikirkan matang bukankah kamu tahu apa manfaatnya dari proyek itu menguntungkan atau tidak atau malah merusak ekologi sungai apa ndak lebih baik melebarkan sungai atau membuat dam - dam kecil yang akan membedung air sedikit demi sedikit mengurangi debit air tentunya biayanya lebih kecil kan atau mungkin menanami banyak pohon di hulu sana untuk menghijaukan dan membuat tanah subur kan dan menambah penghasilan orang-orang kampung jadi obyek wisata. Jangan gegabah meluluskan suatu proyek tanpa dikaji lebih dulu waduk yang besar akan merugikan banyak orang mereka akan diusir dari desanya memulai dari nol dan pasti yang menikmati pengairan bukan mereka pasti daerah-daerah sekitarnya. Tuhan itu sudah membuat sistem di dunia ini adil jangan merubah alur-alur sungai yang sudah ada jangan malah menggusur ribuan orang begitu kan kalu toh banjir jangan salahkan orang – orang di hulu sana mestinya orang-orang kota yang tidak taat mengelola sampah, menebang tanaman seenaknya, membuat beton-beton tanpa tertata yang pergi sebenarnya mereka bedol kota yang merusak ekologi alam dan tentunya mereka yang pantas di hukum membuat perumahan tanpa melihat drainase, tanpa melihat alur sungai. Mereka sendiri yang menguruk rawa-rawa untuk rumah-rumah jangan salahkan orang kampung-kampung itu yang tentunya lebih taat dalam tanam memanam pohon daripada orang kota begitu Sunar. Kamu harus tegas atau kamu hanya menjadi tukang stempel proyek, ya iya dan iya kalau ada uang yang bisa masuk ke kantongmu bukankah kamu dipilih mengemban tugas mensejahterakan bukan menggusur ratusan desa, ” sambil menyodorkan segebok data-data penting yang tentunya super rahasia, biaya pembangunan, dan beberapa yang bisa di dapatkan dari proyek ini dan penelitian pentingnya waduk yang di perlukan untuk mengiyakan atau tidak sama sekali.
Memang benar yang di katakana pakde Mitro dia akan menggusur banyak orang dan itu lho yang sebenarnya berat, apalagi itu daerah wutah getihnya, apa ora ilok nanti disebut anak turunku kacang lupa kulitnya.
Dia pergi dulu ke vila di Bogor yang memang hasil jerih payah mengegolkan proyek tambang batubara di Kalimantan dengan mengubah hutan-hutan tropis jadi agak gundul sedikit sebelum isu pemanasan global. Ya ya idealime sudah sedikit berkurang sejak kekuasaan di tangan. Namun ini tanah tumpah darahku tempat aku dulu mbrojol sekarang mau jadi tempat penampungan air bah yang seharusnya tempat monumenku, monumen keberhasilanku disini dan biar biar bisa ditulisi di bangun oleh Sunarharyoningrat putra Ploso. Saat harus berpikir terus bagaimana proyek ini tidak terjadi. Rokok mengepul kayak sepur kereta api mungkin hanya tidak bersuara ngookkk ujug ujuggg ngookk saja, seandainya berbunyipun akan banyak orang yang tidak sanggup membantu memecahkan batu dan permasalahan ini kaitannya harga diri bukan lagi harga proyek-proyek ini. Apakah dia harus mundur dari proyek ini karena diapun tidak sanggup menghindar dari tekanan bapak kepala. Dengan mempertimbangkan seluruh jiwa raga dan keselamatannya raga dan demi arwah-arwah nenek moyang yang akan di kubur di dasar lumpur-lumpur dan demi investor-investor tuan-tuan dari negeri luar sana dan demi staff ahliku yang telah menimbang mengukur entah dengan satuan apapun aku harus memutuskan aku mundur tidak atau maju terus walaupun tahu itu kurang tepat anggaplah begitu karena dia tahu ini demi atas nama pembangunan tidak bisa mengelak.
“Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengegolkan proyek namun apa lacur tidak jadi pelacur ya harus menolak menerima sumbangan alias sogokan dari investor yang memang suka dengan yang namanya proyek. Saya putuskan dengan surat pengunduran diriku kepada Bapak Presiden untuk membebastugakan aku dari masalah ini dari proyek ini dan berarti aku mundur dari pejabat abdi negara”
Sungguh terpaksa dan tidak di paksa proyek waduk biar berjalan tetapi bukan aku yang memimpin biar mereka yang tidak mengerti ekologi sungai biar mereka yang mengembar-gemborkan pembangun yang menelantarkan sedulur – sedulurku disana, memang idealismeku sedikit luntur tetapi untuk hal ini aku tidak terima.S unar termenung dalam batinnya melihat lima puluh desa hancur dari tujuh kecamatan ribuan orang terusir dari kampung halamannya sungguh tragis rahasia ini dia pendam dalam hati entah kapan dia akan mengumpulkan orang – orang yang mengerti untuk sevisi memperjuangkan.

3.HANCURNYA KARANG
Namun di tempat berbeda para petugas kabupaten mulai persiapan penyambutan tamu agung. Proyek yang sudah mulai dilaksanakan akan mengadakan peletakan batu pertama.Tamu – tamu dari Jakarta dan orang - orang dari luar negeri yang akan meninjau lokasi. Iring – iringan mobil mulai berdatangan. Mobil B1 meluncur dengan gagahnya tepat di pinggir cekdam yang sudah banyak material untuk pembangunan proyek. Bak raja mereka di sambut tarian gambyong sambil berjalan menuju lokasi. Hanya tepuk tangan mengiringi sirine tanda pembangunan dimulai.
“Bagaimana ini pak sudah siap.” Seseorang yang berperawakan cukup, perut buncit bertanya sambil tersenyum.
“Ini siteplan yang sudah disiapkan nanti waduk ini akan mengairi sawah-sawah di bawah sana. Nanti disini…..” sambil menunjuk maket “…akan di jadikan tempat pariwisata, kolam renang.”
”Wah bagus-bagus.” Sambil manggut-manggut dengan raut muka tajam seakan tersanjung program Waduk penampungan air akan berjalan.
“Ini tempat kontruksi PLTA yang akan membantu masyarakat sekitar dengan listrik.” Sambil berkeliling menyusuri proyek yang memang sudah dibangun sepertiganya. Ini memang murni seremonial belaka dan untuk megah alias meberi sinyal untuk orang-orang dibawah sana bahwa proyek ini tidak main – main dan seger menyinkir atau pengen mati tenggelam dimakan ikan-ikan.
Proyek mercusuar yang menghabiskan milyaran dan maaf menelan banyak manusia tersingkir dan maaf juga terbuang ke dunia lain di negeri sana atas nama kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat dan atas nama kemanusaian bagi seluruh rakyat dan tentunya demokrasi dan atas nama Allah yang diatas sana apakah dia tahu atau enggak ngak tahu yang jelas ini keadaanya.


2. AIR BAH NUH
Nun jauh disana di pinggir kali segerombolan ibu-ibu berkumpul ngedumel kesana kemari seperti rapat prenjak bersiut-siut pliung pliung pada bingung dan penthet mengejek thet- thet thet othet othet siet reketek. Kampung yang tadinya tentrem yang punya sawah pada nyangkul, tanam padi, yang punya sapi pada angon yang jadi pamong praja bekerja momong, sekarang bingung membahas masalah penting yang perlu dianggap penting menyangkut kehidupan. Berkerumun di belik sumber mata air satu-satunya di bawah pohon ringin.
“Waduh Mboklik bulan besok kita harus pindah katanya naik montor mabur aku belum pernah naik gimana rasanya.” sambil ngucek pakaian anakanya yang masih satu tahun.
“Iya lho Mbokde apa nggak risau kita ini kenal saudara saja tidak ketemunya sama kethek-kethek.”
Disaut lagi Mbok Nah yang baru nyuci nampan dan panci“Katanya sih di kasih rumah ya aku nggak tau bentuknya kayak apa mungkin kayak rumah gedhek.”
Dibalas lagi dengan sedikit sok tahu “Gimana sih saudaraku yang di Deli pernah ngirim surat disana nggak ada bambu yang ada alas gung liwang liwung.”
“Waduh gimana ya wedhus-wedhusku dijual pasti tidak laku.”
“Yu Sum, aku mending disini saja nggak mau pindah walaupun rekoso tapi aku nyaman. Disana kayak orang ilang saja.”
“Iya Yu Sati kita harus hidup pisah. Kamu kan sudah daftar tranigrasi iya gitu kata pak lurah.”
***
Kegelisahan berkecamuk di Ploso dan sekitarnya entah orang – orang beraut kusut akan berpisah dengan sanak saudara dan segala harta benda yang mereka kumpulkan bertahun - tahun. Mereka yang nekat pergi untuk melanglang ke negeri tempat tumbuh Raflesia Arnoldi lari kesana kemari seperti orang tidak punya tujuan. Anak mereka yang masih kecil – kecil diajak belajar menghadapi hidup yang kalau dihitung-hitung tenteram di Jawa. Mereka akan pindahan ‘kontrakan’ dari kampungnya.
“Lemahku hanya di ganti rugi dua sembilan rupiah, di ganti dan banyak ruginya.” Kenyataan merelakan tanah garapannya yang siap dipanen padi setengah hijau terpaksa dipanen, kepedihan yang di tanggung Bapak Surti sakit keras loro bludrek memikirkan keadaan.
“Aku nggak kuwat le nanggung urip iki”, katanya setelah sakitnya tidak sembuh-sembuh. Akhirnya setelah mengalami semalam suntuk masa transisi pukul tiga dini hari menghembuskan napas meninggalkan negeri yang katanya merdeka ini menemui Simbah yang sudah dulu pergi. Diiringi tangis dan sedu dari kerabat yang memang boleh dikata menurut ilmu psikologi setengah tidak normal, jiwanya kabur memikirkan air bah yang akan datang. Tanaman timunnya yang mulai berbuah harus rela dipanen, masih pentil dan cilik – cilik menjadi suatu kejadian luar biasa melebihi gunung njebluk, pagebluk buatan manusia. Intimidasi yang diterimanya datang para pejabat atau pembantunya malah para pejabat loreng sepatu boot medatangi silih berganti. Patroli entah naik sepeda onthel maupun naik mobil butut selalu diadakan setia seminggu sekali untuk menumbuhkan rasa tidak tenang.
Sedang Surti dan Mboknya sekarang merasa tidak tenang menyebabkan keluarganya mengungsi di kampung terdekat. Keadaan yang sudah tertata rapi dan kebudayaan yang sudah menyatu menjadi permulaan dari titik nol hal ini membuat sakit-sakitan juga Mboknya. Penggusuran yang disebabkan proyek Gajah Noleh, Surti harus pisah dengan Mbah Putri, biasa anak-anaknya menyebut orang tuanya, yang tetap berat dengan negeri Jawadwipa. Pergi menuku negeri antah berantah yang belum diketahui budaya, kondisi masyarakat lingkungan sekitar.
“Sudah pergi sana saya nggak kuat ikut kalian, apa punggawa praja mau membunuhku? Disini dikasih air di kasih lumpur. Ngusir seenaknya mau makan apa aku ini.” Sambil sesenggukan Simbok yang sekarang sudah janda kurang lebih satu setengah tahun lalu.“Aku pengen hidup di sini di bukit-bukit kapur ini menjaga kijing nenek moyangmu, bapakmu yang dikubur di bawah sana yang sudah mulai tenggelam. Apa kamu tega ninggalin Simbok. Biarin mereka diatas sana pejabat itu jadi monyet kualat di alam paling buruk biar-biar kalau kamu mau pergi pergi sana.” Sambil mengacung-acungkan arit Simbok ngamuk tidak ada yang sanggup mengendalikannya. Dunia peteng gelap.
Lain dengan Mbah Karto yang masih saudara jauh Surti sudah beberapa bulan ini sejak ada kabar yang ngaudubilah membuat gelisah terasa pusing empat lima keliling.
“Gimana le kalau waduke di bangun. Nanti gimana tanamannya, sapine.”
Kekhawatiran yang terus berkecamuk tak dapat dibendung dari manapun arah nlusup saja sekenanya dialam pikiran Mbah Karto. Simbah yang boleh di kata punya koyo banda ini jadi bingung ling lung seperti Bilung kehilangan sawahnya berkedhok – kedhok yang sudah di tanami padi yang sia-sia tenggelam. Kadang dia tersenyum sendiri di tritisan sambil membawa kayu seakan – akan mau mengusir ayam - ayam dan burung - burung di sawah samping rumah. Kadang dia melamun sambil ngisep rokok menyan buatan Kudus kesukaanya yang memang sedep mantep buat orang yang sepi. Entah mengapa sekarang banyak orang yang miring.
“Lemahe di jual berapa aku ra ngerti embuh pak pemerintah kok seenaknya dhewe.” Ia mendendangkan lagu yang nggak karuan bentukknya. Sambil cekikikan senyum sendiri nangis.
Hollo olloolokkkkkkkkkkk sir pong
Pong sir aku kelangan lemahku
Aku kelangan wedhusku
Sapiku
Hollo oloolokkkkkkkkk sir pong
Podho menyeling ora karuan
Kapan donya ayem aku kroso tentrem
Pong sir pong kacang kopong
Sing sugih soyo sugih lali wadining urip
Wes ewes ewes mati ora nggowo bondho
Mati ora nggowo duwit
Yen obah medeni bocah
***
4.INTIMIDASI


3.TITIK NOL
Bedol desa dimulai mereka harus berani menghadapi suku wang-wing di pulau Swarnadwipa, harus transmigrasi, apa kamu tahu dimana petanya, katanya berangkat meninggalkan naik montor mabur war wer bleber yang dulu sering di pakai kumpeni untuk menyerang daerah Ambarawa basis para pejuang yang sungguh nganeh – anehi maunya tinggal di daerah perbukitan kanan kiri dan agak ke bawah ada rawa Pening yang memang sudah terkenal bening tempat Baro klinthing menjajal menunjukkan kesaktian. Si cindil cilik elek ini menunjukkan sakti mandraguna tiada bertepi tak terkalahkan dari orang – orang sakti, anak udik yang baru turun gunung mencoba kesaktiannya setelah di olok – olok orang sekampung. Kapan ada lagi Baro klinthing untuk menyobek-nyobek penggedhe itu untuk menundukkan kekuasaan keangkuhan mereka dan jangan pernah menghina lagi orang-orang kecil.
Apa enaknya hidup meninggalkan tumpah darah yang di jadikan proyek pemerintah untuk kebijakannya sendiri. Suatu daerah yang gemah ripah loh jinawi menjadi lautan air membentang menenggelamkan tujuh kecamatan. Menurut ukuran loh itu ada di hati ketentraman menerima berkah dari sang Widi bukan hanya tanah atau makanan saja yang mengenyangkan dan nanti jadi lupa diri akan keprihatinan namun juga keagungan jiwa menyatu dalam raga. Sungguh suatu pengorbanan yang tiada terhitung waktu. Tumpah tenggelam dari air bah buatan manusia terusir dari kehidupan keseharian.
Termasuk Surti dan saudara-saudaranya kini terusir menuju tanah Swarnadwipa negeri taklukan Majapahit yang penuh dengan daerah tak berujung tak bertuan. Babat alas gung liwang liwung tanpa manusia penghuni hanya makluk-makluk berbudi yang mau membagi tempat berteduh. Makluk hutan yang malah mungkin memiliki rasa terima kasih tak terhingga merelakan juga terusir ke dalam hutan yang lebih dalam lagi. Entah apa yang mereka kerjakan disana menjadi manusia yang kehilangan akar budaya.
Proyek mercusuar yang harus terealisasi untuk membuktikan pada ilmu yang namanya pembangunan membuat ribuan orang berbodong - bondong seperti orang di maling tanah tumpah darahnya pindah entah tak karuan rimbanya. Pembuktian sebagai Sang raja pembangunan supaya dicap sungguh – sungguh melaksanakan amanat rakyat. Waduk Gajah Noleh harus terealisasi. Bedol desa harus dilaksanakan bedol dicerabut semua dari akar-akarnya bahkan sampai ke sari – sarinya dibawa semua untuk di ambil pathinya punggawa praja dan bahasa halusnya di intimidasi harus mau meninggalkan bumi lahir wutah getih.
Di hutan Sitiung di pedalaman hutan Jambi berlidung dari atap seng babat alas menjungkalkan pohon besar sebesar kapal. Surti hanya terdiam memandangi kaki langit terbentang hijau rumah kera-kera dan dewa – dewa menyemadikan diri dikeheningan malam. Sekarang bersama sekawan manusia memulai kehidupan entah kapan harus di mulai terasa keterasingan. Seperi pembuangan Adam Hawa dari tanah firdaus menuju daerah gung liwang liwung limpahan dosa asal. Mengapa duh Gusti engkau memberikan cobaan begitu hebat bagi kami manusia Jawa yang terbuang.Walaupun tidak tahu asal –usul diri masa silam, nenek moyang entah dari mana mereka berasal namun kesendirian mencekam bersama saudara - saudaraku Mbakyu Budhe Paklik Mbokcilik, Pakdhe tercerabut dari akar budaya dipesisir kidul bukit kapur yang begitu indah sebagai wutah darah ari-ari kawah tempat mbojol dari gua garba simbok. Haus akan laut Kidul yang merubah arah angin musim panen musim kemarau disini didinginnya waktu yang habis untuk memikirkan apakah aku akan mati atau dimakan wewe gombel. Atau harimau yang belum pernah di kenal. Atau mungkin ular Sawa yang besarnya serumah yang mau menelan hidup-hidup seluruh jiwa raga. Duh Gusti mengapa engkau beri cobaan ini yang tidak terperi oleh nalar.
Terbayang dulu di sana punya sawah luas setelah bekerja keras membeli dan membeli milik tetangga setelah usaha lancar. Ladang yang menghijau jalak uren bersiut rendah menyambar padi - padi bermain dengan Sri gunting yang memang jago silat di udara menangkap belalang yang bernasib jelek dicucuk pergi ke pohon mangga datang pula si penthet nyanyi - nyanyi kekenyangan memanen bulir - bulir bak pencuri kesiangan.
Surga yang dulu harus digambarkan lain disini di bumi kera - kera cruwetan ocehan memanggil teman-temannya. Dan mungkin juga ada gajah, harimau tutul yang mengintai hanya seperlemparan batu dari rumah ini. Gubuk dari papan kayu beratap seng yang selalu bernyanyi pletok - pethok waktu hujan tidak jelas nada irama. Seakan kami diawasi binatang-binatang malam di olok – oloh
Hai pencuri pergi kau itu rumahku itu tempatku berteduh / Mengapa kau babati hutanku mengapa kau hancurkan semak – semakku / Hai orang orang yang tidak punya budi kau merusak tatanan kami perikehewanan jangan hanya peri kemanusiaanmu saja yang meleburkan kami di sini. Manusia tak beradab.
Kami malu semalu - malunya maluku kuberikan di mana seperti Adam Hawa yang terusir dari Eden melarikan diri ke dunia yang berlumur dosa. Tapi mohon maaf ini bukan salah kami manusia, dan kamipun hanya menjalankan alur alir arah hidup, terusir dari rumah tanah kebuh sawah ladang. Kami hanya bisa memohon keiklasan engkau hewan yang berbudi walaupun engkau berbangsa Anoman namun hatimu luhur mau menebus dosamu dalam rupa kera berhati manusia. Seperti Dewi Retna Anjani yang kehilangan Anoman kecil, Oh anakku apakah dosamu dalam rupa kera aku ingin menemani walaupun hidup dalam duniamu. Kau harus hidup sendiri di dunia ini, tanpa ibu bapa walaupun ibumu ini seorang Dewi. Seandainya engkau mengerti kuingin secepatnya mati untuk menebus dosaku ini. Harus di tinggalkannya menuju nirwana mengikuti Batara Guru setelah bertapa nyantuka seperti katak tidak makan apa – apa kecuali dedaunan yang kebetulan masuk ke dalam muludnya dan tidak minum apapun kecuali air hujan dan embun yang masuk ke kerongkongannya, tapa yang maha berat untuk mensucikan dirinya menjadi manusia dari dosa orang tuanya Resi Gotama dan Dewi Sukesi. Jangan-jangan kau anggap seperti itu kami sekedar titah yang tidak tahu kemana orang berkuasa menjual, melempar, membuang kami ini.
Hening hanya sepi nyenyet. Harus mencari cara untuk melawan atau malah berkawan yang memang tempat surga mereka. Kami seakan pengganggu, perambah yang mencuri kayu - kayunya tempat berteduh menatap hari - hari tanpa menanam yang ada hanya memanen hasil - hasil hutan. Keputusasaan menggunung di dada mengelayut membebani pikiran dunia gojang ganjing melebur mebinasakan semangat kami disini.
Apakah hanya menjadi seorang terbuang dialam hutan Bukit barisan ini apakah hanya diam tanpa berbaut sesuatupun. Kami butuh hidup, hidup butuh makan, makan untuk hidup terus dan terus berputar tiada habisnya kecuali kematian yang mengubur jaman.Kami memang pekerja keras tanah batu gunung jadi makanan saat dulu di Jawa membuat jiwa pantang menyerah perjuangan membabi buta tidak surut untuk kembali menjadi orang yang ingin hidup. Ini besok kita harus menebangi kayu – kayu, semak - semak yang mulai tumbuh kembali terus dikumpulkan dan dibakar dan menghindari rawa-rawa yang susah di manfaatkan. Jiwa Pandudewanata yang terusir dari tempat dan tahtanya meninggalkan negeri pergi ke hutan babat alas. Bersama Pandawa yang memang harus pergi membuat istana di tengah hutan setelah kalah. Apakah kami seperti itu seperti cerita-cerita pewayangan yang sering kami lihat? Sedangkan yang diatas sana orang yang menang, menang tanpa budi mematikan hati?
“Kita harus hidup sedulur-sedulur jangan mundur sepecakpun balik ke jawa tidak ada yang bisa kita dapatkan. Rumah kita sudah jadi air bah Nuh yang menenggelamkan dunia kecil kita, kampung kita.” terdengar gegap gempita Pak Lurah yang juga ikut bedol desa.
Walaupun kakakku jadi pejabat tidak juga aku selamat harus dan terpaksa pergi ke daerah “ tanah terjanji” yang tidak tahu ini dimana letak di peta Indonesia. Surti hanya termenung bergumam kenapa ini terjadi, hanya titik mata yang sudah capai meleleh menggunung di pelupuk matanya. Keprihatinannya tak sanggup ia ungkapkan dengan sedikitpun. Dua anaknya yang masih kecil belum bisa mengerti arti hidup hanya itu sebagai obat saat capek di lading, lelah menggarap. Ladang penuh dengan gambut yang kalau tidak orang nekad dan terpaksa harus hidup pasti akan lari pergi meninggalkan kesepian di hutan mengolah tanpa hasil. Banyak sekali sedulurku akhirnya kembali ke Jawa tidak kuat menjalani ritual menunggu mati ini. Menjual garapannya dan entah apa lagi yang dilakukannya disana, naik kapal dari Bakauhuni menuju Merak kembali ke Jawa. Belum ada surat yang mampir disini dan aku tidak tahu adakah kantor pos di sini.
Hanya aku dan sepuluh saudara dan teman - teman yang bertahan membangun menggilas pohon besar menumbangkan meremukkan membakar entah apa istilahnya aku ini sekarang di sebut apa, sebagai penyamun di tengah hutan merebut daerah kekuasaan tanah adat tanah orang-orang asli penemu pertama kali atau malah menjadi perambah pertama kali, entah.Yang jelas tanah ini harus cepat-cepat ditanami singkong untuk makan tiga bulan lagi dan palawija atau apa saja bibit-bibit yang di bawa dari Jawa kelahiranku. Perjalanan panjang yang tidak sanggup dilawan dan tidak perlu di lawan dan menikmati kepasrahan sebagai manusia terbuang. Kebijakan atau pemaksaan sang penguasa ini harus di jalani, aku tidak tahu maklum hanya orang cilik aku bersumpah seandainya anak turunku menjadi orang besar berkuasa akan aku abdikan mereka sebagai pembela pemimpin arif bijaksana, pelopor pembangunan yang tidak mengorbankan banyak orang yang mensejaterakan demi keadilan dan kerakyatan yang dipimpin oleh rakyat banyak. Surti meradang dalam sumpahnya mengalahkan sumpah Gajah mada yang ingin mempersatukan negeri ini bukan dengan menindas tapi dengan kesejateraan dan keadilan berdasar Tuhan yang di atas sana. Oh Tuhan engkau masih adakah, tidak pernah Engkau membela orang – orang lemah jangan – jangan engkau hanya nongkrong tanpa berbuat banyak terhadap orang menderita tapi engkau hanya melihat saja kapan engkau bertindak untuk membungkam lezaliman ini. Masihkan kau hadir di negeri yang berpancasila ataukah engkau sudah pergi bertapa meninggalkan kami? Dimana keadilanmu.

TERAKHIR
Wonogiri,
Mbakyu dan sedulur semua
Kami akhirnya kembali disini dan baru aku rasakan kesedihan melihat jalan kereta yang memang sudah mulai tergenang.Kemarin setelah sampai disini aku melihat – lihat keadaan tanah-tanah kita sudah jadi lautan untung ada yang kelihatan itu Mbakyu gumuk kecil tempat kita bemain dulu dan itupun tinggal kelihatan pohonnya. Simbok ya Mbokmu sekarang tinggal sendirian sama adikmu yang kecil dan itupun mungkin Mbakyu sudah merasakan karena hati itu tidak bisa di tipu bahwa sekarang Simbok terbaring dan sudah susah di ajak bicara.
Aku berharap Mbakyu dan Kakang dan sedulur lain bertahan disitu walaupun aku tahu itu sangat berat. Harus cari makanan dan makanan, bukan lagi mikir sandang. Saatnya kamu berjuang jangan seperti saya disini uang sudah habis dan sekarang ngenger lagi nggarap sawah milik orang. Duh Gusti aku kadang menangis saat kembali tidur di emperan yang beruntung masih ada yang menolong nunut tidur disini.
Mbakyu ngaak bisa panjang lebar lagi aku bicara mungkin lain kali disambung lagi.

Saya disini

Tertanggal 28 Oktober 1983 tiga bulan yang lalu setelah hari ini dan oh Surti teringat sumpah pemuda tanggal di surat itu teringat saat upacara di halaman sekolah dengan keheningan mengenang pemuda yang gagah berani Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatra, Jong Ambonese yang sering riang berbicara menggelora bicara kebebasan kemerdekaan keberanian. Mengapa sekarang disini di negeri sendiri kehilangan kemerdekaan kehilangan segalanya. Surti termenung bertanya.
***
Adikku aku tidak lupa aku sebenarnya ingin mengemban tugas Negara namun ini lebih penting aku ingin menyelamatkan Simbok yang terbaring mungkin ajal sudah dekat tapi aku sedikit bisa minta maaf melupakan engkau saat kritis sekarang minimal menebus dosa sebagai silih dosaku pada negeri tumpah darahku ini. Aku malah leha-leha menikmati di sana di Jakarta pusat para bandit – bandit proyek-proyek yang mengatasnamakan kemegahan, kesuburan kemakmuran, kejayaan.
:Apa kamu tahu adikku aku lari mengundurkan diri dari hiruk pikuk kemunafikan dunia ini. Aku tidak mau kehilangan kalian aku tidak ingin kaliah tercerai berai adikku ada yang di Sitiung ada yang di sini di tumpah darahku ini aku tahu engkau tidak akan bisa kembali bersatu lagi ya mungkin ini tumbal nusantara program pemerintah. Dan aku tahu aku tidak mungkin bisa mengembalikan desa kita yang sudah menjadi lumpur namun aku dalam hatiku ingin jangan sampai ada lagi desa yang menjadi lumpur-lumpur tumbal pembangunan agar anak turunkupun bisa menghormati nenek moyang bapak ibunya dan saudara-saudaranya. Dan burung – burung bisa terbang sesuka hati menikmati alam ini alam ciptaan Gusti bukan ciptaan manusia yang memabukkan.


Nederland 1982
Seminar yang diusung seoran Sunar………..







Shen Jin Teng= brotowali, Tionospora crispa L Miers
Om Oen Boen dokter di Solo yg diberi gelar Kanjeng Raden Tumenggung
Zingiberaceae= jahe
Luan Yi = beluntas= Plucea Indica(L) Less

4700 no spaces



Gajah Mungkur MENGGUSUR sekitar 51 desa
Yang lebih penting adalah menata pada daerah aliran sungai waduk seluas 8.800 hektar itu, yang luasnya 13,5 juta hektar.
Kalau Waduk Gajah Mungkur kehilangan fungsi, tidak menutup kemungkinan banjir besar seperti tahun 1970-an terulang lagi.

Dari tujuh daerah sungai besar yang bermuara ke waduk tersebut, hanya DAS Wuryantoro yang menyumbang sedimentasi dalam skala kecil, yaitu hanya 50.000 ton per tahunnya. Tiga DAS, antara lain DAS Keduang, Tirtomoyo, dan Solo Hulu merupakan daerah kritis yang mengalirkan lumpur dan menyebabkan sedimentasi Gajah Mungkur semakin tinggi.
Waduk Gajah Mungkur terletak 3 KM di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Perairan danau buatan ini dibuat dengan membendung sungai terpanjang di pulau Jawa yaitu sungai Bengawan Solo.Mulai dibangun di akhir tahun 70-an dan mulai beroperasi pada tahun 1978. Waduk dengan wilayah seluas kurang lebih 8800 ha di 7 kecamatan bisa mengairi sawah seluas 23600 ha di daerah Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. Selain untuk memasok air minum Kota Wonogiri juga menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt. Untuk membangun waduk ini pemerintah memindahkan penduduk yang tergusur perairan waduk dengan transmigrasi Bedhol Deso ke Sitiung, wilayah Provinsi Lampung.



Nasib di Wonogiri
Nasib serupa juga dialami PLTA Wonogiri. Saat ini, dari dua mesin pembangkit yang ada di PLTA itu, hanya satu unit yang beroperasi dengan produksi 12 MW. Itu pun diperkirakan tidak akan lama. Jika tidak kunjung turun hujan, masa operasinya diperkirakan hanya akan tinggal 36 hari. Elevasi air waduk kini 131,80 meter dengan penurunan tiap harinya mencapai lima sentimeter. Dengan demikian, dalam waktu 36 hari ke depan elevasi hanya tinggal 130 meter.

Padahal pada posisi itu, meskipun tampaknya air masih berlimpah di dalam waduk, air Waduk sudah tidak bisa dimanfaatkan. “Lihat saja di beberapa bagian sudah tampak sedimentasinya. Sebentar lagi airnya sudah bercampur dengan tanah, menjadi lumpur,” kata Agus, pengawas bendungan dan Proyek Pengendalian Banjir Bengawan Solo, Kamis lalu.

PLTA Wonogiri, menurut Humas PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) PLTA Mrica, Gunawan, mampu memproduksi 24 MW. Tetapi, saat musim kemarau sering kali hanya satu mesin pembangkit saja yang dioperasikan sehingga produksi turun menjadi 12 MW. Mengingat produksi PLTA Wonogiri kecil, kondisi ini tak sampai mengganggu kelistrikan di Jateng.

Diperparah
Masalah sedimentasi bukan baru sekarang ini terjadi. Waduk Gajah mungkur, Waduk Kedungombo, dan waduk lain yang dibangun di atas lahan bekas perniukiman berpotensi menimbulkan sedimentasi. “Tanah bekas permukiman gembur, mudah terjadi sedimentasi,” kata Agus.

Laju sedimentasi semakin tinggi jika di areal waduk dibuat lahan pasang surut untuk bercocok tanam. Palawija dan padi adalah beberapa jenis yang ditanam di lahan pasang surut di Gajah mungkur. Kondisi ini diperparah dengan adanya penebangan hutan yang masuk jalur sabuk hijau (greenbelt) di sekitar waduk. Air hujan pasti membawa material tanah dan hutan gundul masuk ke dalam waduk tanpa bisa dicegah.

Petugas pengawas jelas tidak mampu mengatasi masalah seperti itu. Setiap petugas, kata Agus, diberi tugas mengawasi tiga hektar-lima hektar lahan di sekitar waduk. Pada malam hari, tugas semakin terasa sulit karena medannya begitu luas dan berhutan. Memberi pemahaman kepada penduduk sudah kerap dilakukan, tetapi masih sering ditemukan kasus pencurian kayu karena tekanan ekonomi yang dialami warga.

Sebenarnya ada cara lain untuk mengatasi sedimentasi Secara cepat, namun berbiaya sangat mahal, yakni pengerukan. karena itu, sejak dibangun, baru sekali pengerukan dilakukan di Waduk Gajahmungkur. “Biaya sekali pengerukan cukup untuk membuat satu dam baru,” ucap Agus.

Memberi pemahaman dan alternatif sumber ekonomi kepada warga merupakan salah satu upaya pencegahan yang efektif dalam mencegah laju sedimentasi.
Laporan Wartawan Kompas Ahmad Arief dan Yurnaldi>
Dhamasraya, Kompas Ribuan transmigran di Sitiung I, Kabupaten Dhamasraya, Sumatera Barat, belum menerima sebagian lahan yang dijanjikan sejak awal kedatangan mereka tahun 1977. Transimgran bedol desa dari Wonogiri, Jawa Tengah tersebut baru menerima 1,25 hektar dari 2 hektar yang dijanjikan.

Sagimin (55) mengatakan, warga trasmigran sebenarnya sudah memperoleh sertifikat tanah seluas dua hektar (ha), satu ha berupa sawah, 0,25 ha berupa pekarangan, dan 0,75 ha berupa kebun. Namun, area kebun tersebut ternyata diklaim milik tanah adat warga setempat.

"Sertifikat memang milik kami, tapi tanah mereka yang kuasai. Kami hanya menerima sertifikat kosong. Tak mungkin kami merebut tanah itu dari warga asli di sini karena bisa memicu permusuhan," ungkap Sagimin.

Sukatno, Kepala Jorong Koto Agung, Nagari Sitiung mengatakan, transmigran di Sitiung semuanya berasal dari Wonogiri, yang tergusur akibat pembangunan waduk Gajah Mungkur. Total transmigran 29.376 jiwa, yang berada di Sitiung I hingga V.

Sukatno menambahkan, sejak dua tahun ini, sebagian transmigran yang belum memperoleh ladang diberi ganti rugi Rp 3,8 juta. "Dari 700 keluarga warga kami, yang sudah menerima kompensasi baru 20 persen. Di Jorong lain wilayah Sitiung I, kondisinya sama saja," kata dia.

“Di dunia, hingga akhir tahun 1980-an, kurang lebih 80 juta orang sudah tersingkir dari ruang hidupnya akibat pembangunan Waduk,” katanya lagi. Hal ini diperkuat oleh Franky dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang menambahkan bahwa kebanyakan korban waduk di dunia adalah masyarakat adat, mereka dipindahkan secara paksa dari tanah leluhur tempat mereka menggantungkan hidupnya untuk pembangunan bendungan

Friday, October 19, 2007

TUGAS KU SBG LAKI2



Aku hari ini ingin menyelesaikan tugasku sebagai laki-laki. Menghidupi istriku dengan makanan yang lezat, dengan mobil yang mewah dengan rumah yang megah, dengan segal ayna kami inginkan akan terpenuhi. Memperoleh rejeki secara benar. Itu mimpi- mimpiku yang belum kesampaian. Begitu nikmatnya hidup bias mencukupi segalanya dengan keringatku sendiri.Itu impian-impianku sebagai manusia.
Tanpa belas kasihan siapapun tetapi dengan rasa hormat mereka memberikan segalanya kepadaku dengan iklas tanpa paksaan. Inilah aku dengan impianku tanpa tedeng aling-aling mengutarakannya dengan lantang dang sangat bahagia sekali menjalaninya.
Aku ingi sekuat tenaga menbanting raga memperoleh kemudahan dalam hidup. Majulah jika kau ingin berhasil semangat terus tanpa kendur karena aku akan memperolehnya dengan sabar. Hanya kuasa Tuhanlah yang akan memberikan warisan melimpah karena segalanya itu benarnya akan keluar dari dalam dirimu. Apa yang keluar dalam hatimu itu yang akan kembali mrnjadi rejekimu. Hadapilah kenyataan untuk lantang maju, besikukuh untuk maju. Bersikukuh untuk menggenapi segala janjimu itu karena hasil dari semua itu akan kau dapatkan jika kau mau mencoba berhasil- mencoba mengerti akan keberhasilan kehidupan ini.
Semangat terus dengan tekun tanpa mememperhatiakan apa yang akan kau dapatkan karena itu adalah keberhasial hidup sesungguhnys. Kemampuanmu untuk berbicara itu sebagai kekuatanmu dalam menjalani hidup. Tidak usah berprasangka buruk terhadap masa depanmu. Masa depanmu ada didepan matamu. Jika kau bersungguh- sungguh, tidak menyepelekan aku berusaha terus maka kau akan bahagia. Itulah kunci keberhasilan hidup, kunci kemandirian hidup. Nikmati hidup sesungguhnya. Hidup akan menjadi lebih baik tidak usah ragu keberhasilan ada dalam matamu.

TEMBANG BUKIT KAPUR

TEMBANG BUKIT KAPUR
Oleh Remitri Subianto


BAB I. RUMAH KEABADIAN


Dikeremangan malam cahaya bulan terlihat temaram, menggamit mega-mega yang mulai larut dalam peraduan. Hari ini mendung menggelayut hitam abu-abu menggambar dunia yang mulai tua. Tiada warna yang sejuk seakan waktu mulai menjadi abu tiada batas baik dan buruk membaur menjadi satu.
Mbok minyaknya entek !” Sore itu Sunar mau menyalakan senthir. Wis nganggo minyal klentik sik, mengko yen duwe duwet nggango lengo potro. Si Sunar yang dari tadi kebinggungan mencari minyak untuk menyalakan senthirnya.
Sudah beberapa bulan ini terjadi krisis yang sudah gawat mencapai batas kerendahannya. Yang ada hanya gaplek itupun susah apalagi beras tidak ada sama sekali setiap hari pasti ada yang meninggal bukan karena stroke tapi karena busung lapar yang menanjak jumlahnya.. Beras yang biasanya hanya ada di daerah Klaten pedan sekarang menjadi emas di pasir padang gurun. Negara kacau banyak sekali begal berkeliaran. Maling mencari mangsa bukan emas yang mereka cari tapi makanan sumber energi untuk melakukan aktifitas yang sudah sangat sulit didapat.
Sehari bahkan satu orang meninggal sudah menjadi hal biasa. Kuburan menjadi sesak penuh dengan mayat yang mengantri menikmati keabadian. Apalagi kemarau serasa panjang sekali. Hujan hanya menjadi impian di antara orang – orang yang malas bekerja atau bahkan mempersiapkan gabah – gabah di lumbung.
“Sudah Nar nggak usah neko – neko kamu itu sekolah ongko loro itu sudah sangat tinggi derajatnya. Sekarang kamu tidur besok bangun pagi pergi ke pekarangan cari uwi apa suweg buat ganjel perut. Kita ini masih mending bisa makan lihat itu pak Karto yang perutnya njemblung kebanyakan air atau mungkin cacing yang siap meletus. Kamu harus bertekun sama yang Widhi yang sudah memberikan kehidupan kenikmatan pada kita.” wejangan Simbok didengarkannya dengan premati dan ngati – ati. Pelan hanya kepala Sunar manggut-manggut mengiyakan.
Malam itu kampung mBetal sepi sekali tadi malam Belanda melewati perkampungan mencari pekerja yang masih nekad untuk kebebasan masyarakat tertindas. Tanpa memandang ragam kepercayaan mereka menyatu demi impian kebebasan dari penjajahan. Soedirman yang baru sore tadi melewati daerah ini menuju bukit-bukit di Pacitan yang melarikan diri dari kejaran antek – antek ratu Wilhelmina yang menyiksa orang bodoh dan gampang dibodohi.Mengapa dari dulu pemimpin-pemimpinya mudah sekali disogok kumpeni untuk melanggengkan bisnis semata menggambil pala, cengkeh, cigarettes secara murah dari negeri yang loh jinawi ini. Salahnya sendiri mudah dibodohi dari gemerincing uang yang membuat merah mata( ungkapan ini dipakai sekarang untuk obat merah). Apa nggak kapok di bodohi bahkan masih diadopsi untuk mencari harta sendiri jadi raja-raja kecil didaerah bukan untuk kemakmuran malah keadilan diri sendiri, ya tentunya nggak semua ada juga yang sinatria jujur dan wibawa.
Soedirman sang pejuang yang dari dulu mau saja memperjuangkan dapat harta tidak hanya dapat nama yang dielu-elukan seluruh bangsa ini. Nama kesohor hingga menjadi Jenderal kesohor nomer satu dari Jenderal bintang lima lainnya kalau ada.
Masyarakat merasa miris ada yang sembunyi di pegunungan - pegunungan sekitar. Desas-desus pejuang yang mundur selangkah untuk menyimpan kekuatan biar dianggap lemah agar dianggap nggak mampu untuk persiapkan meleburkan nanti Kompeni di Tanah Ngayojakarta. Cerita penyiksaan yang mereka dapat dari warga membuat ketakutan. Harta benda mereka di tinggalkan begitu saja tanpa peduli dicuri, diambil atau bahkan di bakar. Nyali mereka matikan dulu membangun kekuatan melawan masa keemasan kaum kulit putih(setelah diamati sebenarnya putih kemerahan kepanasan blentong blentong).
***
Sudah beberapa bulan kampung Mbetal mengalami paceklik. Panenan mereka dimakan wereng.hanya bisa mengandalkan timun. Tanaman kedelai yang hidup dimusim kemarau Mungkin satu bulan baru bisa panen.
Sunar baru sekolah kelas dua SR. Untuk masuk sekolah harus berjalan sepuluh kilo waktu yang begitu dekat waktu itu.Untuk menempuh itu perlu waktu tiga jam. Berangkat sekolah dari jam lima dan sampai di SR jam delapan. Tetapi Si Prenjak ini nggak punya lelah bergerak terus kipat- kipit ya itu hal biasa. Enak dan menyenangkan .Pernah suatu kali tidak punya uang untuk beli sabak dia harus menjemur kedelai yang habis di panen dengan batang dan kedelai yang belum dionceki. Setelah kering ditumbuk blang-blung blang-blung atau ia injak – injak baru kedelai keluar dari kulitnya. Dijualnya kedelai itu tanpa sepengetahuan mbah Putri. Wah Si prenjak ini berani sekali. Semangatnya melebihi gunung Lawu yang kelihatan nun jauh di timur agak mencong ke utara. Demi cita-citanya seperti Sudirman yang gagah megah mengangkasa.
Teringat waktu sekolah, Pak Broto gurunya minta ampun galaknya yang memang masih keturuna dari Pangerang Surokarto yang nyepi di Kahyangan Tirtomoyo. Setiap kali tidak bisa mengerjakan duding siap memukul mereka. Jangan harap melawan tunduk dan diam, sikap itu yang enak di pilih untuk menyelamatkan diri. Atau bisa malam-malam Sunar menghapal setiap pekalian atau pembagian dari satu sampai seratus. Tapi biasanya Sunar menghapal saat angon Sapi dengan samak pelajaran, jangan sampai keliru, kalau keliru siap di pukul. Bahkan ilmu – ilmu Aljabar bukan sesuatu yang sulit buatnya.
Karena keterbatasan orang tuanya akhirnya ia dititpkan pada saudara dari ibunya, pernahnya adiknya yang menjadi istri dari Ronggo di kampung sebelah. Kampung di sebelah kali Keduang yang menjadi cikal bakal kali besar Bengawan Solo namanya Ploso.
“Apa kamu tidak percaya pada kami Lik biar Sunar disini agar nanti jadi orang. Nggak usah kuatir masalah makan ladang kita masih banyak nanti Sunar bantu disawah atau kalau sibuk sinau nggak usah bantu ya nggak apa-apa.
Kebetulan Mbah Ronggo( biasa dia dipanggil demikian sebagai penghormatan sebagai orang yang dituakan) tidak punya putra. Dan Sunar diangkat menjadi anak bukan menjadi orang yang ngenger lagi.
Tanpa sepengetahuan Bapaknya Sunar di kirim ke Surokarto untuk meneruskan sekolah lebih lanjut
Keinginan mulianya terkabul. Tanah Jawa mulai bergejolak



SUNAR NANTI JADI PUNGGAWA ALIAS JADI MENTERI DI NEGERI INI YANG TERPAKSA MENGGUSUR TANAH TUMPAH DARAHNYA UNTUK PEMBANGUNAN WADUK GAJAH MUNGKUR


BAB II ANGIN ANGINAN
SIapa tidak kenal Menteri Pekerjaan Umum yang sungguh disegani dseluruh penjuru negeri Menteri yang kaya akan tender-tender yang siap masuk kantong untuk menggolkan proyek-proyek Mercu suar. Dilema memang aku snediri aku mau
Ya kami marah digusur begitu saja ganti rugi dua sembila rupaih itu kan munafik terhadap diriku sendri yang besar didaerah itu. Aku seakan kembali ke Ploso tempat aku dulu lahir dengan kepedihan Mbah kakung dan Mbah Putri dari anak-anakku ini.

Terombang ambing pergolakan RI
Menceritakan keluarga kelas bawah dengan mengikuti suasana peperanag yang bergolak pada masa itu. Penjajahan jepang dan Belanda, Sampai desingan peluru yang sampai meremukkan bamboo pada saat di akan pergi ke pasar.Perjalanan masa kecilnya dimana dia sampai dia sekolah sambil menaiki sepur yang berjalan.
enceritakan suasana rumah dengan segala dimensiny

BAB III. MASA SOSIALIS (tahun 1965)
Masa kanak kanak dimana ia pernah mengalami masa PKI .Partai yang sangat besar dimasa itu
Dari radio transistor terdengar pidato kenegaraan mengukuhkan Luietenant Soeharto menjadi orang nomer satu di dunia ini,dunia kecilku yang waktu itu dielu-elukan semua orang dari pembebasan Soekarno yang model raja-raja Jawa berdaulat banyak istri.
Singkong yang terasa nikmat diperutnya tertelan perlahan.Sunar duduk di dipan depan rumah gedhek peninggalan Mbah Kromo, kakeknya.




BAB IV MASA PENGASINGAN

Apa enaknya hidup meninggalkan tumpah darah yang di ambil penguasa hanya untuk memuaskan nafsu mencapai kebijakannya sendiri. Suatu daerah yang gemah ripah loh jinawi menjadi lautan air membetang menenggelamkan enam kecamatan. Menurut ukurah loh itu ada di hati ketentraman menerima berkah dari sang Widhi bukan hanya tanah atau makanan saja yang mengenyangkan dan nanti jadi lupa diri akan keprihatinan namun juga keagungan jiwa menyatu dalam raga. Sungguh suatu pengorbanan yang tiada terhitung waktu. Tumpah tenggelam dari air bah buatan manusia. Terusir dari kehidupan keseharian.
Termasuk saudara-saudaraku terusir menuju tanah Swarna dwipa negeri taklukan Majapahit yang penuh dengan daerah tak berujung tak bertuan. Babat alas gung liwang liwung tanpa manusia penghuni hanya makluk-makluk berbudi yang mau membagi tempat berteduh. Makluk hutan yang malah mungkin memiliki rasa terima kasih tak terhingga merelakan juga terusir ke dalam hutan yang lebih dalam lagi. Entah apa yang mereka kerjakan disana menjadi manusia yang kehilangan akar budaya.
Proyek mercusuar yang harus terealisasi untuk membuktikan pada ilmu yang namanya pembangunan membuat ribuan orang berbodong-bondong seperti orang dimaling tanah tumpah darahnya pindah entah tak karuan rimbanya. Pembuktian sebagai Sang Presiden raja Pembangunan supaya dicap sungguh-sungguh melaksanakan amanat rakyat. Waduk Gajah Mungkur harus terealisasi. Bedol desa harus dilaksanakan bedol artinya dicerabut semua dari akar-akarnya bahkan sampai kesari – sarinya dibawa semua untuk di ambil pathinya punggawa desa kalau mau ini bahasa halusnya di intimidasi harus mau meninggalkan bumi lahir wutah getih.
Rupiah saat itu untuk satu meter persegi hanya dihargai dua puluh sebilan rupiah. Kenyataan merelakan tanah garapannya yang siap dipanen. Padi setengah hijau terpaksa dipanen, kepedihan yang di tanggung hingga Mbah putri sakit keras loro bludrek.
“Aku wis ra kuwat le nagging urip ik”, katanya setelah sakitnya tidak sembuh-sembuh.

Sedang timunnya yang mulai berbuah harus rela dipanen, masih pentil dan cilik – cilik menjadi suatu kejadian luar biasa melebihi gunung njebluk, pagebluk buatan manusia. Intimidasi yang diterimanya menyebabkan dia dan keluarganya mengungsi di kampung terdekat. Hal ini menyebabkan sakit-sakitan sampai akhir hayatnya meninggalkan suatu keadan yang sudah tertata rapi dan kebudayaan yang sudah menyatu.
Penggusuran yang disebabkan oleh proyek Gajah mungkur, Narsi harus pisah dengan Mbah Kakung, biasa anak-anaknya menyebut orang tuanya, yang tetap berat dengan negeri Jawadwipa. Negeri antah berantah yang belum diketahui budaya, kondisi masyarakat lingkungan sekitar.
Keberanian menghadapi suku wang-wing di pulau Swarna dwipa, harus transmigrasi bedol desa ke daerah Sitiung( Siti artinya tanah yang penuh dengan butan belantara) apa kamu tahu dimana petanya itu tahun delapan puluh kalau itu tidak salah harus berangkat meninggalkan naik montor mabur wang wing yang dulu sering di pakai kumpeni untuk menyerang daerah perdikan Ambarawa ( dari namanya saja tidak bisa dipungkiri banyak rawa atau kalau sekarang tanah gambut) basis para pejuang yang sungguh nganeh – anehi maunya tinggal di daerah perbukitan kanan kiri dan agak ke bawah ada rawa Pening yang memang sudah terkenal bening tempat BaroKlining menunjukkan kesaktiannya. Si cindik cilik elek ini menunjukkan sakti mandraguna tiada bertepi tak terkalahkan dari orang – orang sakti, anak udik yang baru turun gunung mencoba kesaktiannya. Sunar jadi ingat dulu waktu dia berjuang entah.




BAB V MASA KETERASINGAN- PENCAIRAN KEGELAPAN
(1977-1980)



Di hutan Sitiung di pedalaman hutan Jambi kami berlidung dari atap rumbia babat alas menjunkalkan pohon besar sebesar kapal. Narti hanya terdiam memandangi kaki langit terbentang hijau rumah kera-kera dan dewa – dewa menyemadikan diri dikeheningan malam.Aku sekarang bersama sekawan manusia memulai kehidupan entah kapan harus aku mulai terasa keterasingan. Seperi pembuangan Adam Hawa dari tanah terjanji menuju daerah gung liwang liwung.Mengapa duh Gusti engkau memberikan cobaan begitu hebat bagi kami manusia Jawa yang terbuang.Walaupun aku tidak tahu asal –usul diriku, nenek moyangku entah dari mana mereka berasal namun aku meras kesendirian mencekan bersama Bapa Ibuku saudara- saudaraku Mbakyu Budhe Paklik Mbokcilik, Pakdhe tercerabut dari akar budayaku dipesisir kidul bukit kapur yang bagiku begitu indah sebagai wutah darah ari-ari kawah tempat mbojol dari gua garba simbokku. Aku haus akan laut Kidul yang merubah arah angina musim panen musim kemarauku disini didinginnya waktu yang habis untuk memikirkan apakah aku dan akan mati atau dimakan harimau yang belum pernah aku kenal.Atau mungkin ular Sawa yang besarnya serumahku yang mau menelan hidup-hidup seluruh jiwa ragaku. Duh Gusti mengapa engkau beri cobaan ini yang tidak terperi oleh nalarku.
Aku harus bangun pagi membabat alas lagi entah sampai kapan ini terjadi
Dengan pergolakan batinya berusaha mencari kembali tanah tersebut untuk mengenang masa kecilnya. Dengan pekarangan yang luas penuh dengan tanaman yang subur. Daerah tersebut penuh dengan tanaman kedelai dan padi yang subur
------------
Reformasi manusiawi-pemerintahan

PUISI ANEH

TV:
Anjingku menyalak,menyalakan hati malam menggugah takdir hati mati dimakan usia dan rasa mati, aku hadir dari kiloan waktu menghampiri dunia maya, hadir menjadi satu mengecil dalam tabung tv tertawa terkekeh menyanyikan deru matinya waktu aku akan hidup sejuta milyar tahun terima kasih ku dunia maya

Kung:
Karet gelang gelombang mengembang mengangkang karunia illahi murni, nyata semakin hidup aku semakin mati rasa rasa sepi alangkah indahnya kemarin aku telah takdir semakin harum mewangi acapkali dikali sepi mennyanyi nyanyi tapi sendiri kali
Mencari diri:
Biar aku ada tanpa ada yang Tanya siapa saya aku sudah bicara pada siapa saja terserah anda anda mau merdeka atau setia pada kesetiaan mu yang mati suri ini aku akan mencari jati di dalam sepuluh pribadi.Pribadi yang mati.

PERGULATAN

PERGULATAN
Saya tidak tau sekarang dimana, yang ada dalam pikiranku hanya berlari dan berlari seakan dikejar intel yang selalu menguntitku. Kutengok kanan kiri, aku berada di pematang sawah menuju sebuah hutan kecil di pinggir desa. Aku melompat saja di tumpukan kayu – kayu yang mungkin sengaja dikumpulkan untuk kayu bakar. Kuambil telpon gemgamku. Aku kembali mengontak teman – teman LSM bahwa aku berada suatu tempat dan sekarang saya katakan aman. Ya aman agar mereka tak gelisah memikirkanku. Kumatikan lagi untuk menghilangkan jejak karena bisa berbahaya mungkin saja telpon saya di sadap. Kugunakan Hape ini karena ini satu –satunya alat komunikasi yang efektif ditengah hutan.
Nafasku atur pelan-pelan yang sudah mulai kehabisan. Aku merasa lapar kuhanya menikmati saja nyanyian perutku ah brengsek pikirku nggak bisa diajak kompromi. Mungkin nanti petang saja aku keluar dari gubuk ini sampai pendududuk atau mungkin intel – intel itu yang mungkin juga menyamar sebagai penduduk setempat. Aku harus hati –hati nyawa sekarang tidak berarti bisa saja dibunuh tanpa terbongkar siapa yang membunuhku. Aku memang sedang menjadi orang yang boleh dikatakan memperjuangkan hak-hak petani disini tanah-tanah moyang mereka yang dirampas orang berduit dikota. Mereka menyewa perambah – perambah hutan. Ya perambah hutan sekarang sudah berkonkalikong dengan aparat. Dasar aparat yang keparat, batinku. Aku cuma bisa ngedumel saja tak mampu melawan keadaan ini. Jiwa mudaku menggelegak melihat ketidak adilan ini.Hutan di daerah ini sekarang yang menjadi penelitiaku sudah menjadi gundul, dari luar mungkin orang melihat masih rimbun tapi setelah masuk dua kilo tiga kilo akan terlihat bukit-bukit yang botak habis dicukur.
Saya sudah sekitar dua tahun berada di organisasiku ini. Idealisku sebagai mahasiswa mulai muncul semenjak perlakuan aparat yang telah membunuh bapakku. Bapak dituduh sebagai anggota partai terlarang, bangsat. Bahkan waktu kecil aku selalu berontak dengan keadaan.Aku selalu meninju siapa saja yang berguyon bahwa bapak telah digantung atau ditembak di luweng pojokan desa.Aku menghantam semua orang yang mengejek “hei PKI” anak setan. Pernah aku curhat dengan professor pembimbing skripsiku tentang hal ini, ‘Jangan kau buang energi percuma,saya tahu kenapa kau marah, ayahmu mati mempertahankan apa yang diperjuangkan’.Aku merasa lega walaupun tahu Bapak tidak akan hidup lagi aku tahu Bapak tidak terlibat namun sudah dianggap terlibat oleh keadaan. Pergunakan hidupmu untuk tidak mengumpat, pergunakan untuk kemanusiaan. Hidupku hanya penuh dengan umpatan tak mampu melawan ini semua di negeriku yang amat aku cintai ini. Semenjak itu akan semakin rajin jiwa kemerdekaan dan jiwa sosialku muncul, jangan ada lagi yang teraniaya.
Bapakku menurut kabar kawan - kawannya hanyalah orang yang ikut – ikutan saja, nonton ledek, pesta rakyat yang digelar setiap partai itu mengadakan propaganda. Mungkin dua atau tiga kali saja dia ikut. Ya orang yang tak tahu menjadi koraban politik. Menurut kabar ada seorang yang tak menyukai bapak mengkait - kaitkannya dengan organisasi tersebut.
Sebelum dia pergi Bapak berpesan jangan pernah ikut organisasi politik karena kamu akan menjadi korban dari permainan.Saya selalu mengingat-ingat itu tapi setiap melihat ketidak adilan hatiku selalu bergemuruh untuk melawan.Lawan dan lawan karena itu tidak benar, batinku
Yah aku sangat brangasan setiap kali teringat perlakuan itu. Bapakku diseret dari rumah ditutup matanya, waktu hari menjelang sore. dimasukkannya ke atas truk.Inikah yang disebut negara yang menghakimi rakyatnya tanpa sebuah pengadilan.Ah lelah aku memikirnya kapan ini semua berubah.Aku nggak mau menyerah.
Sang pembalak liar harus di tangkap pikirku. Masak negara begini besar tidak ada seorang aparat yang memiliki hati nurani.Pasti ada,Aku terus berjuaang untuk mendapat data-data yang lengkap untuk kajianku selama ini .Saya bersama satu rekanku sedang mengamati pembalakan liar didaerah hutan lindung bukit barisan. Kutelusuri setiap petak dan jengkal tanah untuk mengukur apakah ini suatu kebenaran bahwa telah terjadi pembalakan liar. Aku tidak mau membuat kesimpulan tanpa suatu fakta. Aku juga memiliki metodologi dalam penelitianku.
Dari perjalanan ku ini aku sedikitnya sudah mnegumpulkan data – data yang akhirnya untuk mengungkap siapa dibalik pembalakan liar ini.Seperti seorang wartawan melakukan investigasi ke setiap desa yang menjadi penelitianku.Ah aku lelah aku ingin tidur.
Waktu telah sore aku harus segera keluar dari daerah ini sebelum aku dicurigai sebagai maling .Kususuri selokan, walaupun aku telah mendapatkan peta namun sepertinya belum begitu lengkap. Saya berjalan dan berjalan, waktu menunjukkan pukul tujuh malam.Dari kejauhan terdengar deru mengaung-ngaung.Ah itu pasti bis besar,ah mana mungkin didesa terpencil ini ada bis.O pasti truk tapi urusan apa mereka disini.Aku sembunyi di rerimbunan katamana. Benar,saya melihat iring-iringan truk tronton pembawa gelodongan kayu keluar dari hutan. Satu, dua…. Ya lima truk keluar dengan membawa kayu berdiamaeter rata-rata 60 sampai 70 centi . Aku begitu cepat tahu ukurannya karena dulu pernah bekerja di sebauh pabrik penggergajian kayu.Sebelum aku ke kota untuk kuliah aku telah bekerja sejak SMP. Kasihan Mak sudah tua harus menghidupi tiga orang anak.Sedangkan aku anak kedua laki – laki pertama harus bisa memberikan contoh pada saudara-saudaraku. Nah setelah aku pergi ke kota adikku sekarang masih meneruskanya disana.Aku dulu tidak tau asal kayu – kayu itu yang penting bekerja dan bekerja untuk makan dan membantu mak.Ah itu masa lalu.
Walaupun ini sebuah tugas aku masih memiliki idealisme.Aku harus memiliki hati nurani..Kayu ge;lodongan itu mau dibawa kemana. Ah mungkin ke tepat- tepat penggergajian di pinggir desa tadi mungkin. Dari kejauhan aku ikut menyusuri jalan. Benar tebakakannku .



Setiap aku teringat dengan bapakku aku hanya bisa berdoa semoga hidup damai di sana.Mak apakah bapak sudah disurga ya. Adik cewekku bertanya dan akupun hanya bisa menghela napas setiap merdengar pertanyaan itu. Mungkin bapak udah mati ya atau mungkin telah kawin lagi. Ya sungguh sedih waktu itu tahun dimana tidak ada komunikasi yang bisa kita lakukan yang ada penipuan- penipuan informasi. Emakpun sudah menanyakan ini ke Kodim tapi jawapannyapun sungguh tidak ada kepastian.Dan mengaburkan. Apakah bapak – bapak ini masih punya hati atau memang mereka masih berpikir mereka masih ingin hidup dengan karirnya. Ya mungkin sedemikian mereka masih membutuhkan kehiduap dengan keluarganya. Akupun pulang dengan emak kuyu tiada semamgat.Bagaimana Bapak mak tanyaku. Emakpun hanya bias menjawab dengan gelengan kepala dan air mata yang menggenang disudut mata. Dan akupun tidak berani menanyakan lagi. Itu terjadi waktu aku masih SR.Kami kembali ke rumah dan menceritakan ini dalam hati saja.Masyarakat sekitar selalu mecibir dan mengkin megolok – olok. Tapi aku tidak tahu juga. Mungkin mereka melakukan itu untuk keselamatan mereka.Ya naluri manusia untuk hidup tapi Bapak juga butuh hisup mengapa dibunuh tanpa diadili, mengapa kami sampai sekarang tidak tahu dimana. Apakah ini resiko dari sebuah perubahan politik. Kok Bapak yang tidak tahu tentang politik ikut menjadi korban..Nasib orang kecil hanya bisa mengelus dada.
…….

Ada program dari pemerintah bedol desa Mak memutuskan untuk ikut transmigrasi meninggalkan kepahitan – kepahitan yang nggak bisa terlupakan. Emak kamu rela ya meningalkan kenangan kita ini.Aduh getir rasanya setiap aku mengingat itu lagi. Daerah persawahan yang subur ini akan kami tinggalkan menuju Swarna Dwipa. Padi – padi yang sudah mulai menguning kami jual saja pada tengkulak itu sebelum sawah ini menjadi kedung. Aku hanya bisa meratapi ayam – ayamku yang kami baiarkan lepas. Karena saat itu seperti tidak ada harganya. Ingat waktu kecil aku diajari bapak tentang lagu – lagu kemerdekaan. Ah apakah aku sudah merdeka sekarang, tanyaku dalam hati Apakah aku sekarang bisa melepaskan kemerdekaan ini disini di bumi kelahiranku.Sawah- sawahku ini akan di genangi air untuk membuat waduk. Tujuh kecamatan akan tenggelam bersama dengan waktu dibangunnya tumpukan – tumpukan batu kali. Yang memutus aliran bengawan Solo. Katanya untuk kesejahteraan masyarakat kenapa kami yang dikorbankan Demi pembangunan kami harus rela meninggalkan tanah tumpah darahku.
Emak memandangi lautan air yang mulai menggenagi belakang rumah untung rumah kami berada di bukit. Rumah mbah kakung sudah tergenang sejak sebulan yang lalu.
Apakah ini yang namanya keadialan.


Halo gimana ini apa kita diam saja penebangan hutan sudah membabi buta
apa kamu mau mati di tembak centheng – centheng itu
ah bulsyit kita harus terus mari kita laporin ke masyarakat internasional
Ah Negara – Negara maju juga memakai kayu kita mereka Cuma tutup mata saja keaadaan ini. Apalagi di pebatasan Malaysia ada jalan rahasia menuju perbatasan
Memang masyarakat tutup mata
Ah ini harus kita berantas