Friday, October 19, 2007

PERGULATAN

PERGULATAN
Saya tidak tau sekarang dimana, yang ada dalam pikiranku hanya berlari dan berlari seakan dikejar intel yang selalu menguntitku. Kutengok kanan kiri, aku berada di pematang sawah menuju sebuah hutan kecil di pinggir desa. Aku melompat saja di tumpukan kayu – kayu yang mungkin sengaja dikumpulkan untuk kayu bakar. Kuambil telpon gemgamku. Aku kembali mengontak teman – teman LSM bahwa aku berada suatu tempat dan sekarang saya katakan aman. Ya aman agar mereka tak gelisah memikirkanku. Kumatikan lagi untuk menghilangkan jejak karena bisa berbahaya mungkin saja telpon saya di sadap. Kugunakan Hape ini karena ini satu –satunya alat komunikasi yang efektif ditengah hutan.
Nafasku atur pelan-pelan yang sudah mulai kehabisan. Aku merasa lapar kuhanya menikmati saja nyanyian perutku ah brengsek pikirku nggak bisa diajak kompromi. Mungkin nanti petang saja aku keluar dari gubuk ini sampai pendududuk atau mungkin intel – intel itu yang mungkin juga menyamar sebagai penduduk setempat. Aku harus hati –hati nyawa sekarang tidak berarti bisa saja dibunuh tanpa terbongkar siapa yang membunuhku. Aku memang sedang menjadi orang yang boleh dikatakan memperjuangkan hak-hak petani disini tanah-tanah moyang mereka yang dirampas orang berduit dikota. Mereka menyewa perambah – perambah hutan. Ya perambah hutan sekarang sudah berkonkalikong dengan aparat. Dasar aparat yang keparat, batinku. Aku cuma bisa ngedumel saja tak mampu melawan keadaan ini. Jiwa mudaku menggelegak melihat ketidak adilan ini.Hutan di daerah ini sekarang yang menjadi penelitiaku sudah menjadi gundul, dari luar mungkin orang melihat masih rimbun tapi setelah masuk dua kilo tiga kilo akan terlihat bukit-bukit yang botak habis dicukur.
Saya sudah sekitar dua tahun berada di organisasiku ini. Idealisku sebagai mahasiswa mulai muncul semenjak perlakuan aparat yang telah membunuh bapakku. Bapak dituduh sebagai anggota partai terlarang, bangsat. Bahkan waktu kecil aku selalu berontak dengan keadaan.Aku selalu meninju siapa saja yang berguyon bahwa bapak telah digantung atau ditembak di luweng pojokan desa.Aku menghantam semua orang yang mengejek “hei PKI” anak setan. Pernah aku curhat dengan professor pembimbing skripsiku tentang hal ini, ‘Jangan kau buang energi percuma,saya tahu kenapa kau marah, ayahmu mati mempertahankan apa yang diperjuangkan’.Aku merasa lega walaupun tahu Bapak tidak akan hidup lagi aku tahu Bapak tidak terlibat namun sudah dianggap terlibat oleh keadaan. Pergunakan hidupmu untuk tidak mengumpat, pergunakan untuk kemanusiaan. Hidupku hanya penuh dengan umpatan tak mampu melawan ini semua di negeriku yang amat aku cintai ini. Semenjak itu akan semakin rajin jiwa kemerdekaan dan jiwa sosialku muncul, jangan ada lagi yang teraniaya.
Bapakku menurut kabar kawan - kawannya hanyalah orang yang ikut – ikutan saja, nonton ledek, pesta rakyat yang digelar setiap partai itu mengadakan propaganda. Mungkin dua atau tiga kali saja dia ikut. Ya orang yang tak tahu menjadi koraban politik. Menurut kabar ada seorang yang tak menyukai bapak mengkait - kaitkannya dengan organisasi tersebut.
Sebelum dia pergi Bapak berpesan jangan pernah ikut organisasi politik karena kamu akan menjadi korban dari permainan.Saya selalu mengingat-ingat itu tapi setiap melihat ketidak adilan hatiku selalu bergemuruh untuk melawan.Lawan dan lawan karena itu tidak benar, batinku
Yah aku sangat brangasan setiap kali teringat perlakuan itu. Bapakku diseret dari rumah ditutup matanya, waktu hari menjelang sore. dimasukkannya ke atas truk.Inikah yang disebut negara yang menghakimi rakyatnya tanpa sebuah pengadilan.Ah lelah aku memikirnya kapan ini semua berubah.Aku nggak mau menyerah.
Sang pembalak liar harus di tangkap pikirku. Masak negara begini besar tidak ada seorang aparat yang memiliki hati nurani.Pasti ada,Aku terus berjuaang untuk mendapat data-data yang lengkap untuk kajianku selama ini .Saya bersama satu rekanku sedang mengamati pembalakan liar didaerah hutan lindung bukit barisan. Kutelusuri setiap petak dan jengkal tanah untuk mengukur apakah ini suatu kebenaran bahwa telah terjadi pembalakan liar. Aku tidak mau membuat kesimpulan tanpa suatu fakta. Aku juga memiliki metodologi dalam penelitianku.
Dari perjalanan ku ini aku sedikitnya sudah mnegumpulkan data – data yang akhirnya untuk mengungkap siapa dibalik pembalakan liar ini.Seperti seorang wartawan melakukan investigasi ke setiap desa yang menjadi penelitianku.Ah aku lelah aku ingin tidur.
Waktu telah sore aku harus segera keluar dari daerah ini sebelum aku dicurigai sebagai maling .Kususuri selokan, walaupun aku telah mendapatkan peta namun sepertinya belum begitu lengkap. Saya berjalan dan berjalan, waktu menunjukkan pukul tujuh malam.Dari kejauhan terdengar deru mengaung-ngaung.Ah itu pasti bis besar,ah mana mungkin didesa terpencil ini ada bis.O pasti truk tapi urusan apa mereka disini.Aku sembunyi di rerimbunan katamana. Benar,saya melihat iring-iringan truk tronton pembawa gelodongan kayu keluar dari hutan. Satu, dua…. Ya lima truk keluar dengan membawa kayu berdiamaeter rata-rata 60 sampai 70 centi . Aku begitu cepat tahu ukurannya karena dulu pernah bekerja di sebauh pabrik penggergajian kayu.Sebelum aku ke kota untuk kuliah aku telah bekerja sejak SMP. Kasihan Mak sudah tua harus menghidupi tiga orang anak.Sedangkan aku anak kedua laki – laki pertama harus bisa memberikan contoh pada saudara-saudaraku. Nah setelah aku pergi ke kota adikku sekarang masih meneruskanya disana.Aku dulu tidak tau asal kayu – kayu itu yang penting bekerja dan bekerja untuk makan dan membantu mak.Ah itu masa lalu.
Walaupun ini sebuah tugas aku masih memiliki idealisme.Aku harus memiliki hati nurani..Kayu ge;lodongan itu mau dibawa kemana. Ah mungkin ke tepat- tepat penggergajian di pinggir desa tadi mungkin. Dari kejauhan aku ikut menyusuri jalan. Benar tebakakannku .



Setiap aku teringat dengan bapakku aku hanya bisa berdoa semoga hidup damai di sana.Mak apakah bapak sudah disurga ya. Adik cewekku bertanya dan akupun hanya bisa menghela napas setiap merdengar pertanyaan itu. Mungkin bapak udah mati ya atau mungkin telah kawin lagi. Ya sungguh sedih waktu itu tahun dimana tidak ada komunikasi yang bisa kita lakukan yang ada penipuan- penipuan informasi. Emakpun sudah menanyakan ini ke Kodim tapi jawapannyapun sungguh tidak ada kepastian.Dan mengaburkan. Apakah bapak – bapak ini masih punya hati atau memang mereka masih berpikir mereka masih ingin hidup dengan karirnya. Ya mungkin sedemikian mereka masih membutuhkan kehiduap dengan keluarganya. Akupun pulang dengan emak kuyu tiada semamgat.Bagaimana Bapak mak tanyaku. Emakpun hanya bias menjawab dengan gelengan kepala dan air mata yang menggenang disudut mata. Dan akupun tidak berani menanyakan lagi. Itu terjadi waktu aku masih SR.Kami kembali ke rumah dan menceritakan ini dalam hati saja.Masyarakat sekitar selalu mecibir dan mengkin megolok – olok. Tapi aku tidak tahu juga. Mungkin mereka melakukan itu untuk keselamatan mereka.Ya naluri manusia untuk hidup tapi Bapak juga butuh hisup mengapa dibunuh tanpa diadili, mengapa kami sampai sekarang tidak tahu dimana. Apakah ini resiko dari sebuah perubahan politik. Kok Bapak yang tidak tahu tentang politik ikut menjadi korban..Nasib orang kecil hanya bisa mengelus dada.
…….

Ada program dari pemerintah bedol desa Mak memutuskan untuk ikut transmigrasi meninggalkan kepahitan – kepahitan yang nggak bisa terlupakan. Emak kamu rela ya meningalkan kenangan kita ini.Aduh getir rasanya setiap aku mengingat itu lagi. Daerah persawahan yang subur ini akan kami tinggalkan menuju Swarna Dwipa. Padi – padi yang sudah mulai menguning kami jual saja pada tengkulak itu sebelum sawah ini menjadi kedung. Aku hanya bisa meratapi ayam – ayamku yang kami baiarkan lepas. Karena saat itu seperti tidak ada harganya. Ingat waktu kecil aku diajari bapak tentang lagu – lagu kemerdekaan. Ah apakah aku sudah merdeka sekarang, tanyaku dalam hati Apakah aku sekarang bisa melepaskan kemerdekaan ini disini di bumi kelahiranku.Sawah- sawahku ini akan di genangi air untuk membuat waduk. Tujuh kecamatan akan tenggelam bersama dengan waktu dibangunnya tumpukan – tumpukan batu kali. Yang memutus aliran bengawan Solo. Katanya untuk kesejahteraan masyarakat kenapa kami yang dikorbankan Demi pembangunan kami harus rela meninggalkan tanah tumpah darahku.
Emak memandangi lautan air yang mulai menggenagi belakang rumah untung rumah kami berada di bukit. Rumah mbah kakung sudah tergenang sejak sebulan yang lalu.
Apakah ini yang namanya keadialan.


Halo gimana ini apa kita diam saja penebangan hutan sudah membabi buta
apa kamu mau mati di tembak centheng – centheng itu
ah bulsyit kita harus terus mari kita laporin ke masyarakat internasional
Ah Negara – Negara maju juga memakai kayu kita mereka Cuma tutup mata saja keaadaan ini. Apalagi di pebatasan Malaysia ada jalan rahasia menuju perbatasan
Memang masyarakat tutup mata
Ah ini harus kita berantas

No comments: