Wednesday, October 17, 2007

DIMANA KAU

Dimana Kau

Adnan Subianto
Hari ini gelap mengikuti kepedihan dihatiku. Awan – awan berjalan pelan merasa berkabung sesak didadaku.Aku tidak bisa berbuat banyak dengan kemarahan ibuku Tak berdaya melawan didikan orang tuaku keras dan tanpa kompromi.Keinginan – keinginanku yang menurutku baik dan sebaliknya menjadi suatu pemicu permasalahan dalam pertengkaran. Salah dan salah tidak ada kebenaran dimata ibuku. Aku tidak boleh bersedih, ini hal biasa.Ah biasa bagaimana ini selalu aku dapatkan kalau menurut ibuku tidak baik.



***
Aku ingin lari dan lari jauh. Aku menuruni lereng-lereng bukit untuk menyendiri mencari kesuakaanku. Aku berjalan dan terus berjalan mengikuti tapak-tapak kaki entah berujung dimana yang ada hanya keinginan untuk lari dan pergi jauh dengan ibuku. Aku jengkel dan malu setiap kali tiada kebenaran dalam hidupku.dan berarti bagi orang tuaku. Mengerjakan A kurang baik mengerjakan B kurang sempurna mengerjakan C kurang rapi, bosan aku bosan. Kucoba merenungi dalam perjalanan. Yang ada didepanku hanya awan gelap yang menggunung tiada batas menggelayut berat. Kumelangkah dan melangkah terus sampai manapun. Tersuruk kulewati jalan dengan pohon silih berganti entah sudah berapa ratus tak kuberi salam.
Kenapa aku ibu, begitu menjijikkan kah aku sehingga aku begitu engkau salahkan terus adakah ruang dalam hatimu untuk sedikit berlega hati menjadikan aku temanmu.Aku sudah besar aku ingin menjadi temanmu bukan sebagai anakmu yang selalu kau nasehati a sampai z namun tak kau beri waktu aku bicara, kapan aku menjadi temanmu untuk bisa berbagi waktu bicara sharing tentang kehidupanku. Aku pun bisa bicara seperti ibu memberikan nasihan apakah boleh aku mengeluarkan sedikit uneg-unegku dan aku keluarkan bebanku sebagai anak. Kapan engkau bisa mengerti Ah terlalu muskil aku bermimpi.
Kaki ini masih belum bisa berhenti dan terus bejalan mengikuti lereng ini dan sekarang kembalimenanjak keatas bukit.. Sejak kecil aku tidak tau tentang geografis alam sekitar rumahku.Aku selalu dikurung di rumah dan hanya boleh jalan pergi jauh sekitar tiga ratus empat ratus meter sekeliling.Aku seorang anak yang harus mengikuti kata-kata orang tua dan akupun belum begitu mengerti apakah ini untuk kebaikan atau akan menjerumuskan aku dalam ketidak berdayaan masa depan .Ataukah kekhawatiran ibuku yang berlebihan setelah pengalamana masa lalunya. Ya masa lalunya yang selalu di kekang Mbah Kakung.Mbah memang mantan tentara yang selalu mengajar anak-anaknya disiplin. Dan sampai sekarang aku tidak mengerti.
Kulewati parit kecil aku membasuh mukaku yang sedikit coreng moreng oleh debu.Ada kesegaran kudapatkan , menarik napas panjang untuk melepaskan kepenatan ini. Aku lelah kududuk di atas bongkahan batu besar berbentuk bulat dan rata diatasnya sungguh ajaib ini sekarang aku duduk dan terpekur melihat gemericik air mengalir begitu nyaring indah dan hening. Hatiku masih gundah mengingat kejadian kemarin dan kemarinya dan kemarinya lagi bersama ibuku. Aku tak sanggup lagi hidup.Ini kedua kalinya aku ingin mengakhiri hidupku. Namun ah aku bingung. Kulihat lagi gemeriricik air itu eh tenyata ada ikan yang hidup menari-nari di dalam air jumpalitan bersama sekawanannya begitu bebasnya. Apakah ini keagungan Tuhan. Ah aku kapan mengenal Tuhan.Aku kan tidak kenal Tuhan dimanakah dia. Dulu ibu sering bicara bedoa dulu sebelum makan sebelum tidur sebelum sekolah sesudah makan. Ah aku jengah bosan nasihat itu.Doa dan doa aku nggak pernah merasakan nikmatnya berdoa menghapal barisan kata - kata panjang nggak ada artinya. Tapi tadi aku mengucap Tuhan. Apakah Tuhan ada di ikan itu, nggak mungkin konyol, pikiran miring pikirku. Aku hanya bisa merenung dan merenung hari ini tak sanggup memecahkan apa yang ada di benakku.
Aku berdiri kukepalkan tanganku dan bergantian menunjuk – nunjuk keatas.Tuhan kucari engkau kalau memang ada. Akan kubunuh Kau, mengapa Kau selalu menggaguku.. Hai Tuhan mengapa kau buat aku seperti ini ku tantang engkau jika berani. Kata ibuku engkau ada diatas sana, kemari turun jangan hanya duduk – duduk disinggasanamu.Akan ku keluarkan jurus-jurusku untuk menandingi-Mu apakah kau masih hidup atau sudah mati.ha ha ha Hanya suaraku menggaung sampai batas horizon. tiada jawaban. Mungkin Tuhan sudah mati dibunuh musuh-musuhnya mungkin oleh pendekar Bukit Kidul atau mungkin Pangeran seberang laut tapi kapan, tidak ada legenda yang menceritakan.
Aku sudah mulai jengkel..Kukeluarkan kata-kata lantangku Tuhan kesini ajak aku bediskusi aku nggak mau engkau seperti ibuku yang slalu menyalahkanku kapan kau mau. Tulis surat padaku aku disini tak akan pergi..Aku ingin tulis surat padamu tapi engkau dimana aku tidak tahu alamatmu. Kepalaku mulai panas dadaku mulai sumpeg tak kudapatkan jawaban. Mungkin aku sudah gila.
Kurebahkan badanku di batu kali ini. Kutatap langit kutunggui Tuhan datang atau menampakkan diri.Ah Tuhan sudah mati mungkin sudah dikubur. Tapi dimana aku ingin menemukan jasadnya. Mungkin nisannya sudah terkubur gunung merapi. Ah aku berkhayal terlau jauh. Tapi mungkin saja karena dunia tidak ada yang nggak mungkin.Neil Amstrong saja bisa ke bulan. Mungkin impianku yang akan menyampaikan..Mimpi-mimpiku,harapanku yang akan bertemu Tuhan
Mengapa Engkau begitu di puja apakah Engkau terlalu mulia atau terlalu wibawa. Apa yang kau punya semua orang tunduk padamu. Memujimu atau mungkin mengangap dirimu agung, mulia sedangkan engkau tidak ada. Kejengkelan pada ibuku mulai menghilang seiring pikiranku dengan namanaya Tuhan. Ah anakku nanti akan kunamakan tuhan saja agar aku tidak susah mencarimu.Pikranku mulai ngawur mencari – cari Tuhan.
Kududuk kembali setelah sekian lama aku merebahkan diri.Kupandangi tanganku, kuhayati kepalaku, mengapa aku bisa berpikir mengapa aku bisa jalan, mengapa aku bisa melihat mengapa ada yang buta apakah aku tidak bersyukur dengan semua ini.Ya aku mulai menemukan kata hatiku. Bersyukur aku bersyukur pada siapa ? pada dunia ini ya pada dunia ini yang memberi segala kehidupan aku meghayatinya dengan sedikit malu.Aku malu pada diriku sendiri .Kenapa ada yang buta ada yang tidak bagaimana kalau aku buta tidak melihat warna tidak melihat bentuk tidak melihat terang tidak melihat gelap kapan aku harus bangun pagi kapan aku harus tidur bekerja. Ah aku mulia sesak didadaku.Mungkin aku hanya bisa merasakan cinta dari lima indraku.
Apakah ini pencerahanmu yang maha kuasa.yang maha sempurna yang maha mengerti.Entah perasaan dari mana kuteteskan air mata.Aku sendir menagis sejadi-jadinya. Oh Tuhan.,maafkan aku. Aku mencacimu.Hari ini aku bisa mengucap Tuhan aku bersyukur aku bisa merasakan kelegaan akan hidup. Aku bisa berterima kasih. Sungguh inikah yang kucari.
Kutunduk lebih dalam melihat kebawah. Di pojokan tungkaiku seiringan semut menjalar merayap saling menyapa kanan kiri ya mungkin mereka memiliki hati saling berbagi bertemu mungkin menyapa, bernyanyi riang menyambut hari bergotong royong menikmati hidup. Apakah aku bisa seperti mereka berterima kasih pada ibuku yang telah melahirkanku. Kenapa aku tidak bisa menghargai ibuku. Apakah itu semua nasihat-nasihatnya. Mungkin karena ibuku berpendidikan rendah sehingga menyampaikan kurang pas diotakku.Mungkin mungkin saja tidak ada yang nggak mungkin.Aku harus bersyukur .
***

Sudah tiga hari aku disini tanpa aku mengerti mengapa aku disini. Kuteruskan perjalanan tanpa makan dan sesekali kuminum air dari selokan yang masih jernih ini kuteguk dan kurasakan kesegaran Mungkin aku sudah menemukan pencerahan.Apakah aku harus pulang masihkah ibuku mencintaiku. Ah mungkin Ibu sudah melupakanku .
Kembali kubeberjalan hingga sampailah ke suatu tempat desan terpencil Dan akupun tidak tahu dimana ini. Kuhampiri sebuah warung kecil kebetulan ada sebuah bangku panjang. Dengan menahan lapar kududuk. Terdengar berita dari radio dari dalam sayup-sayup kudengar tanpa terlalu memperhatikan..
“Telah hilang seorang anak berambut lurus, mata hitam, tinggi kira- kira seratus tigapuluh centimeter, kulit sawo matang, memakai kaos hitam celana pendek, memakai sandal jepit warna biru.Segera hubungi Ibu Haryo sumirat.”
Teryata ibu masih mencintaiku. Aku harus pulang.Aku sudah terlalu jauh pergi

Omah Separo,Cikupa
6 September 2007

No comments: